Selasa, 23 September 2008

Sajak-Sajak HADI UTOMO


Sajak-sajak Moch. Hadi Utomo

Prasasti

Nang kèné, nang bumi Dèsa Guci
wis tak pendem siji prasasti
aranku sing tak ukir nang watu lintang
arané kowen sing tansah tak undang-undang
nganti dadi kemlandang
moni nang saben ngimpi

Nang kèné, nang bumi Dèsa Guci
bumi sing tansah teles
ésuk-ésuk wis adus grimis
bocah-bocah sing payungan godong tales
tetawa jagung bakar
ana mbok tuwa ngiyub nang émpèr kios
tetawa wortel karo godong slada

Nang kèné, luhé kowen tau nètès nang gigir
kowen sing lèndotan pedut
sing ngawé-ngawé mèga
nyawang umur sing semingkir alon-alon
karo ninggali pitakon
sing ora bakal tak jawab
embuh, embuh, embuh

Nang kèné, nang Dèsa Guci
ana prasasti sing wis tak pendem
aranku
arané kowen
lebur dadi lemi
kèntir nang kali.

Bumijawa, 26 Januari 1998.



Dimana Kau Sembunyikan

Wajah Mereka

Dimana kau sembunyikan
wajah mereka yang sebenarnya
wajah anak rakyat yang tengah meratapi
mimpinya yang raib
engkaukah itu perompak
yang telah begitu tega menjarah
dan mencaploknya hingga ludas tandas
Sia-sia saja aku mencarinya
barangkali telah kau benamkan
wajah mereka diantara tetimbunan
sampah bekas nasi bungkus – plastik
air mineral – sobekan kain spanduk
-poster karton – keranda bamboo
pecahan botol bom Molotov – tali rafia
dan bercak darah yang tercecer
mongering diantara selokan dan trotoar

Sia-sia saja aku mencarinya
diantara puluhan ribu jejak kaki
yang berubah jadi kepulan debu
dalam insiden unjuk rasa berdarah
hari itu

Ah, sejarah yang panjang
selalu saja berulang
mesin penindasan tidak berhenti menderu
diatas kepala mereka
ujung pisau belatimu menempel di tenggorokan
dengan kejamnya kau seret mereka
ke pojok
kau lucuti bagikan pesakitan
dan telunjukmu diatas jidad
mereka:
“Kedaulatan dan perjanjian rakyat
sudah
menjadi tembelek atau tai ayam
Menangislah untuk Locke dan
Rousseau,
Demokrasi sudah ditelan bumi
Merataplah untuk Voltaire dan
Montesqueu…”

Sampai hari ini
aku masih sia-sia mencarinya
wajah anak rakyat yang kehilangan
mimpi
tentang indahnya demokrasi

Tegal, 2001



Sajak Tentang Cara
Menurunkan Presiden

Ternyata banyak cara untuk
menurunkan seorang presiden
dari cara yang paling keras
sampai yang paling lembut
dan rupa-rupanya setiap presiden
telah memilih
caranya sendiri untuk diturunkan

Ternyata jika mahasiswa dan tentara
(ditambah rakyat tentunya) menyatu
dalam
gelombang unjuk rasa
seorang presiden menjadi ngeri juga
ia bisa ngumpet dibelakang
tembok istana
atau kabur ke mancanegara
dan turunlah ia

Ternyata jika rakyat sebuah negara
menjadi jengkel karena
presiden mereka bertindak
semena-mena
mencelakakan rakyatnya – atau
menjarah
kekayaan negara
rakyatpun berhimpun di seluruh
penjuru kota
mengepung istana
meski pemimpinnya (katakanlah)
seorang ibu rumah tangga
seorang presiden menjadi ngeri juga
dan turunlah ia

Yang lebih mengerikan adalah cara
menurunkan seorang presiden
dengan membunuhnya
ditembak punggung atau dadanya
saat berpidato atau menyaksikan
upacara
si penembak bisa saja seorang
psikopat
agen asing – musuh politik – dendam
pribadi
atau bahkan pengawalnya sendiri

Ada seorang presiden yang
menempuh cara agak aneh (dan
lucu) menurunkan dirinya
ia memusuhi parlemen yang dulu
telah mengangkatnya
ia berkali-kali memecat menterinya
ketika parlemen marah dan
mengancamnya
sang presiden “cuek aja”

Maka partai-partai bersekutu
di parlemen itu
beramai-ramai mengeroyoknya
untuk segera menurunkannya
meski sang presiden tidak menjadi
ngeri
toh akhirnya turun jualah ia

Ternyata ada sebuah negara yang
punya reputasi dalam urusan
menurunkan
presiden negara lain yang tidak
disukainya
karena ia sebuah negara jagoan
dan kaya
untuk menurunkan presiden tentu
banyak jurus-jurusnya
(alangkah jahatnya, reputasi buruk
itu tak pernah diakuinya)

Ternyata memang tak ada cara
yang sopan dan menyenangkan
ketika seorang presiden harus
diturunkan
kecuali habis masa jabatannya
atau ia meninggal dipanggil Tuhan

Tegal, Agustus 2001

MOCH. HADI UTOMO adalah seorang cerpenis juga penulis naskah drama Sandiwara Radio dalam bahasa Tegalan, monolog Tegalan, dan orang yang paling getol membuat jigle Tegalan di radio swasta. Dia juga adalah penulis novel berbahasa Tegalan dan pencipta lagu Tegalan. Ia lahir di Subah, Pekalongan 26 januari 1939. Karya cerpennya banyak dimuat di majalah Kisah, Horison, Abadi Minggu, Genta, Berita Minggu, merdeka Minggul dan lain sebagainya. Menjadi penulis tetap kolom Guyon Tegalan di di Tabloid TEGAL TEGAL . Kini ia berdomisili di Tembokluwung, Adiwerna Banjaran, Kabupaten Tegal.

Tidak ada komentar: