Rabu, 24 September 2008

Pembahasan Sajak Tegalan HADI UTOMO

Moch Hadi Utomo: Tentang Sebuah Nama

ADA tiga kegundahan yang diusung dalam puisi Bahasa Tegal berjudul ‘Prasasti’ karya Moch Hadi Utomo. Dimana antara persoalan satu dengan lainnya menyatu menjadi lilitan kenestapaan yang sulit dihilangkan (sumelang) dalam sejarah hidup ‘si aku’ lirik.
Pertama, tentang sebuah nama. Manusia terlahir sebagai makhluk individual lalu berproses menjadi makhluk sosial dan seterusnya. Dalam kekuatan egonya yang kuat sebenarnya dikelilingi labirin-labirin kerapuhan. Ia akan menjadi sebuah belikat kuat dan sekat membaja manakala dicarge dengan nilai-nilai kemasyarakatan dan lainnya. Di dilamnya ada interaksi, hasrat, cinta, sayang, rindu, keterpaduan dua rasa dari sebuah perbedaan menjadi satu kehendak baru. Baik menyesuaikan, meredam satu keinginan yang dominan atau membuat sebuah kesepakatan. Namun jika ada satu kekuatan otoriter yang menindas, meniadakan atau menganggap tiada apalagi membunuhnya, maka timbulah persoalan dan akibatnya:

aranku sing tak ukir nang watu lintang
arané kowen sing tansah tak undang-undang
nganti dadi kemlandang
moni nang saben ngimpi…


Kedua, tentang banyak orang. Dalam melakukan aktifitasnya seseorang di antara banyak orang dalam masyarakat menjadi sebuah potret menarik. Terlebih jika muncul ketimpangan. Sehingga nilai ideal terusir oleh pragmatisme. Apesnya, ketimpangan hanya terlihat oleh kebeningan batin temporer. Seperti akibat romatisme sesaat. Sehingga tiba-tiba tampak penawaran (tetawa) nilai sosial, kearifan dan keberanian hidup dalam menyiasati kangkangan alam, dan kendala sosial.

ésuk-ésuk wis adus grimis
bocah-bocah sing payungan godong tales
tetawa jagung bakar
ana mbok tuwa ngiyub nang émpèr kios….

Ketiga tentang waktu ruang dan kita.Romantika sebuah pertemuan duniawi bisa menyenangkan atau sebaliknya. Sehingga menumbuhkan getir dan khawatir. Jika kefanaan terbatas ruang dan waktu, adakah harapan lintas batas atau sebuah keabadian. Begitu juga dalam konsep cinta. Inilah bagian dari persoalan yang membutuhkan permenungan panjang, jika melalui puisi butuh berbait-bait, tanpa titik:

Nang kèné, luhé kowen tau nètès nang gigir
kowen sing lèndotan pedut
sing ngawé-ngawé mèga
nyawang umur sing semingkir alon-alon
karo ninggali pitakon
sing ora bakal tak jawab
embuh, embuh, embuh…


Selengkapnya puisi ‘Prasasti’ yang ditulis seniman serba bisa ini dapat dibaca di blog: www.begawantegal.blogspos.com. Selain membuat karya puisi, Moch Hadi Utomo juga seorang cerpenis, penulis naskah drama Sandiwara Radio dalam bahasa Tegalan, monolog Tegalan, dan orang yang paling getol membuat jigle Tegalan di radio swasta. Dia juga adalah penulis novel berbahasa Tegalan dan pencipta lagu Tegalan (Hamidin Krazan)


KETERANGAN GAMBAR:
Moch. Hadi Utomo (kiri) berbincang serius membahas perkembangan sastra Tegalan yang kian hari bertambah meroket bersama Atmo Tan Sidik di sebuah warung makan, Kota Tegal (Foto :Lanang Setiawan)

Tidak ada komentar: