Kamis, 09 Juli 2009

NOVEL PENGENDARA BADAI DASYAT


H. Tambari Gustam, seniman dan penulis


Dwi Ery Santoso, penyair Tegalan dan dramawan


Dwi Ery Santoso:
PB Ulasan Terhadap Para Korban ‘Hipnotis’

NOVEL Pengendara Badai (PB) Sebuah Ensi Gerakan Bahasa dan Budaya Tegalan karya Lanang Setiawan (LS) dengan editor Dr Maufur, kini sedang dalam proses penerbitan oleh tim Yayasan Pustaka Tegal. Namun sejumlah hard copy-nya jauh hari telah beredar serta dibaca para rekan, relasi dalam jumlah terbatas. Tak terkecuali penulis Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari juga telah membaca kemudian memberikan apresiasi yang begitu menyulut dan memberikan harapan cerah.
Apresiasi positif yang melecut juga disampaikan oleh penyair tegalan Dwi Ery Santoso. Menurutnya, hal yang perlu diakui, LS memang berbakat menghipnotis. Meski dia tidak belajar seni hipnotis. Sehingga mampu menggerakkan orang lain dari berbagai kalangan untuk ikut serta menghadarbeni bahasa dan budaya tegalan. Tidak sedikit pejabat, anggota dewan bahkan sosok kharismatik yang di-‘hipnotis’ sehingga turut serta dalam sejumlah momentum kegiatan sastra tegalan.
“Saya menangkap, sejak semula LS memiliki futuristik. Di dalam membangun dan memperjuangkan dengan gaya hidup tegalan, seperti adanya pesimistik terhadap sastra tegalan, bahasa tegalan ataupun seni tegalan yang lain. Sebagai orang yang hidup di abad pertengahan ia menangkap sebagai mutiara terpendam. Dan berharap akan kembali bertuah pada saat orang sudah tidak menggunakan, melupakan bahasa sebagai nilai komunikasi,” papar Dwi Ery, Selasa (7/7).
Dikatakan, apa yang dilakukan bersifat lebih dekat dan lebih unik sehingga ketika bahasa tegalan dipopulerkan kembali melalui kerja sastra maupun pertunjukan seni bisa jadi muncul pesona baru dan mengugah orang merasa memiliki, meskipun tidak merasa lebih bermartabat. Jejak-jejak bahasa tegalan juga mempunyai andil di dalam menggunakan sandi dengan menggunakan bahasa prokrem Tegal.
“Sengaja atau tidak LS merembeskan bahasa Tegal asli atau bukan ke dalam karakter bahasa di dalam Pengendara Badai yang dianggapnya kurang pas jika menggunakan bahasa lain, hal itu sebagai keunggulan. Dan ini yang membuat novel Pengendara Badai cukup dasyat,” katanya menilai,"
tandasnya.

H Tambari Gustam:
LS Provokator Sejati

LANANG Setiawan (LS) penulis novel Pengendara Badai dinilai H Tambari Gustam, bahwa ia memiliki kehebatan dalam mengumpulkan peristiwa budaya, lalu dituangkan dalam sastra tulis. “Dari kebiasaannya yang tidak bisa diam berkreativitas, menjadikan LS selalu gelisah dalam bersusastra,” katanya kepada Nirmala Post, Selasa (7/7).
Menurutnya, budaya lisan masyarakat pesisir yang kental dengan blaka suta, jor-joran dan kadang jorok, oleh LS disulap menjadi dunia sastra tegalan yang patut diacungi jempol, tidak seronok dan menggemaskan.
“Kini LS mampu mengubah bahasa tegalan dari budaya lisan ke sastra yang bergengsi,” katanya. Bahkan lebih blaka suta lagi, H Tambari menilai, memang LS provokator sejati yang telah teruji berkali kali mampu mengubah orang jadi ciut nyali. Bahkan karena tulisannya, ia pernah digerudugi dan mampu membela diri kemudian membangun opini untuk menumbangkan orang-orang yang ambisi.
“Lanjutkan dalam mengemban misi, sekali berarti sudah itu mati, tapi ingat tolong jangan sampai menyakiti, kecuali ada bukti, maka ketamakan, angkara murka, dan ambisi pribadi memang layak harus dihabisi, apalagi bermental korupsi,” ujarnya puitis.
Dikatakan, negeri ini sudah terlalu banyak yang dikorupsi. Banyak sudah korban bencana sebagai derita ibu pertiwi, yang tak sanggup menahan duka hati.
“Jangan sampai terjadi gonjang ganjing itu menimpa jagad budaya tegalan maupn peristiwa kesusastraan yang terus bergulir mencari jati diri,” pesannya.
Diakuinya, setelah membaca PB hingga jam 03 pagi, H Tambari sempat menunduk sedih. “Air mataku mengalir deras saat LS kehilangan Nendra, buah hatinya. Sebab aku juga pernah kehilangan anak ke 3 yang sakitnya sama dengan Nendra, pilu dan pilu tersayat ketika nasib baik belum berpihak pada LS,” pungaksnya KZ

Tidak ada komentar: