Selasa, 28 Oktober 2008

Baca Sajak dan Gugatan NURHIDYAT POSO


Penyesalan Nurhidayat Poso
dan Baca Puisinya di Solo


PENYAIR Nurhidayat Poso hari Selasa (28/10) membacakan sajak-sajaknya di TBS (Taman Budaya Surakarta) di Teater Arena pada pukul 19.30 dalam acara “Silaturahmi Puitik” atas undangan Devisi Sastra Taman Budaya Jawa Tengah. Dia akan mewakili penyair dari Kota Tegal dalam acara yang cukup selektif dan berpengaruh dalam peta sastra di Jawa Tengah dan peta sastra Indonesia.
Penyair-penyair yang diundang pada acara tersebut antara lain Timur Sinar Suprabana, Eko Tunas, Beno Siang Pamungkas (Semarang) Kuspriyanto Namma (Ngawi) Dharmadi (Jakarta) Sosiawan Leak, Murtidjono, Widjang Warek (Solo) dan lain-lain.
Nurhidayat Poso akan membacakan beberapa puisi terbarunya seperti: Interlude Kematian, Negeri Para Penagih Hutang, Cerita dari Hobart untuk Mas Mul, Anjing Herry Aveling dan Piano Mozart dan lain-lain.
“Saya bukan pengecer puisi, sajak-sajak saya berubah. Karena saya mengalami fase yang membuat saya tak mampu mendifinisikan sesuatu dengan cepat. Hidup sekarang menjadi semacam hutan buruan. Kata-kata mengalami erosi pemaknaan. Jadi saya sekarang mencomot saja kata-kata yang berhamburan di hutan itu” tutur Nurhidayat Poso di rumahnya yang asri dengan banyak bunga.
Dayat demikian sapan akrab penyair yang jam terbangnya sudah tinggi ini adalah figure seniman yang dedikasinya kuat di Kota Tegal. Gagasan dan pemikirannya sering kontroversial. Tetapi secara tak terduga sebenarnya ide-idenya jernih dan orsinal.
Sastrawan Kota Tegal ini tahun 2007 mendapat penghargaan dari Departemen Seni Budaya dan Pariwisata dan diserahkan langsung oleh Menteri Jero Wacik justru di kotanya sendiri tersingkir tidak dapat Penghargaan Seni. Menyinggung tentang penghargaaan itu, Nurhidayat menuturkan,
“Setiap reward adalah versi. Jadi tak ada masalah bagi saya. Versinya siapa dulu, dong? Wong yang menyeleksi adalah Dewan Kesenian yang tidak mengerti tentang seni. Mereka ndak ngerti kebudayaan kok, ndak punya kriteria apalagi konsep Saat saya dapat penghargaan kebudayaan Nasional oleh menteri saya harus mengalahkan ribuan tulisan yang pernah dimuat di media massa dalam setahun, berhadapan dengan ratusan media massa yang terbit di Indonesia. Dengan seleksi yang kuat dan tim juri yang profosional. Jadi bukan berhadapan dengan juri yang yang punya selera suka atau tidak suka, apalagi penilain berdasarkan belas kasihan tapi kretaria ini tidak termasuk Lanang Setiawan. Jadi kalau saya tersingkir tidak dapat Penghargaan Seni di Kota Tegal, yang malu adalah Pemkotnya bukan saya. Saya di luar negeri dan tingkat Nasional ke mana-mana membawa nama Tegal. Kalau tidak diakui di Tegal berarti kan Pemkotnya ada masalah dengan saya. Seperti Pramudya Ananta Toer di Indonesia dilarang, dijegal, tetapi di luar negeri di elu-elukan dapat penghargaan. Wah, sudah jamak, biasa”
Menurut Nurhidyat yang juga salah satu pendiri Teater Puber Tegal, ia menyesalkan Penghargaan Seni dari Pemkot Tegal itu kenapa diberikan juga kepada pelukis Suleman Dito yang nilai kurang memiliki dampak kreatifitas pada masyarakat Tegal. Juga kepada dalang S. Sardjono kenapa mesti panitia Verifikasi memasukannya sebagai orang yang layak diberi penghargaan. Sedang dirinya yang sudah malang melintang dan menerima penghargaan dari seorang mentri, malah tersisih di kotanya sendiri. Hal itulah yang membuat dirinya kurang sependapat. Perlu diketahui, ia pada beberapa tahun lalu sajak-sajak karyanya pernah dibacakan di beberapa Universitas Australia.

Sekadar diketahui, pada hari Minggu (19/10) sejumlah 6 seniman Kota Tegal yang mendapat Penghargaan Seni dari Pemkot Tegal adalah Lanang Setiawan, SN. Ratmana, S. Sarjono, Yono Daryono, Piek Ardijanto Soeprijadi, dan Suleman Dito RS. Penghargaan diberikan langsung oleh Walikota Tegal Adi Winarso bertempat di angjungan Jawa Tengah Taman Mini Indonesia Indah.

KETERANGAN GAMBAR : Nurhidayat Poso



Tidak ada komentar: