Jumat, 02 Januari 2009

NTOLOJI PUISI TEGALAN


Maufur Sponsori Penerbitan
Antoloji Puisi Tegalan

TAHUN baru lahirkan semangat baru. Termasuk bersemangat dalam melahirkan karya sastra, semacam puisi. Ukuran adanya rasa semangat itu dapat dibilang dengan jumlah karya yang diciptakan. Sekalipun yang bersangkutan bukan pujangga, sastrawan atau apalah julukannya. Melalui kata mutiara, pengalaman hidup, wewarah, kritik sosial, harapan, cara bersikap menghadapi persoalan, memori indah atau kenangan pahit dalam hidup yang pernah dialami bahkan romantika yang tak bisa terhapus dari lipatan ingatan setelah dituang dalam kata-kata yang disusun dalam beberapa bait, ditulis berparagraf kemudian dibukukan, niscaya lebih bermanfaat, dibanding hanya dituang dalam buku harian belaka. Setidaknya akan menjadi khasanah pustaka dan menjadi warisan budaya tulis baca sebagaimana yang telah diajarkan Tuhan.
Seperti pernah dikatakan Budayawan M Hadi Utomo, sebagai tindak lanjut para pemrakarsa eksistensi sastra tegalan, tidak cukup hanya menebar benih kecintaan dan rasa memiliki sastra tegalan. Maka harus ada aksi untuk menanam sekaligus menciptakan taman, sehingga tumbuh keragaman budaya lokal tegalan. Sastra tegalan sebagai salah satu yang ada di dalamnya. Wujud dari itu harus ada bukti tertulis dari setiap karya yang dihasilkan. Buku tentang puisi tegalan salah satu contohnya. Gayung bersambut. Dalam peringatan hari sastra tegalan yang digelar di halaman rumah dinas Wakil Walikota Tegal, Dr Maufur, beberapa waktu lalu, akhirnya tercetus iktikad kuat untuk membuktikan langkah itu dengan meprakarsai penerbitan buku puisi tegalan. “Kita jangan berkutat pada acara seremonial seperti baca puisi saja, tapi harus lebih meningkat lagi seperti bikin kumpulan puisi,” kata Dr Maufur pada suatu ketika di kantornya. Mengkarsakan gagasan itu, melalui Lanang Setiawan akhirnya dia berhasil ‘memprovokatori’ masyarakat penyinta sastra tegalan yang notabene tidak hanya para seniman tetapi ada birokrat, pengusaha bahkan Walikota Tegal, Adi Winarso berperan serta untuk ‘iuran’ puisi. Sebendel puisi mereka rencananya akan dibukukan dalam Kumpulan Puisi Tegalan. Sedangkan judul yang tengah digodok tim redaksi bertajuk, Nranggreh Katuranggan.
Seperti pernah dikatakan M Hadi Utomo, bahwa karya sastra tegalan adalah bermacam jenis karya sastra yang ditulis orang Tegal, diterbitkan untuk konsumsi masyarakat setempat sekalipun para penulisnya tidak berdomisili di Tegal. Barangkali atas dasar itu kini telah terkumpul banyak puisi berbahasa tegalan karya masyarakat tegal dari berbagai kalangan. Seperti Adi Winarso dengan dua puisi Pecingan’, ‘Onggrongan’. Maufur dengan puisi ‘Kowen’, ‘Urip Brayan’, ‘Bahasa Tegal’, ‘Pangsiun’.
Nurngudiono, Dwi Ery Santoso, Yono Daryono, M hadi Utomo sekaligus editor, juga ada Lanang Setiawan, Emma Karimah, Denok Harti, Diah Setyawati, Wijanarto, Atmo Tan Sidik, Apito Lahire, Mas’udi Ach Jeparan, Nurochman Sudibyo YS dan lainya. Direncanakan, dalam waktu dekat segera terbit (KZ)


KETERANGAN GAMBAR: Darikiri ke kana Sastrawan Tegal SN Ratmana, penyair Angkatan 66 Taufiq Ismail dan Wakil Walikota Tegal Dr. Maufur saat mengunjungi acara Penghargaan 6 Seniman Kota Tegal, tahun 2008 lalu di angjungan TMII (Foto: Lanang Setiawan)



2 komentar:

Bukhori blogger (kim soo hyun) mengatakan...

Mas, punya buku antalogi puisi tegalan?

Bukhori blogger (kim soo hyun) mengatakan...

Kirim pesan dong ke email saya bukhorifikri518@gmail.com