Rabu, 07 Januari 2009

ANTOLOGI PUISI TEGALAN NGRANGGEH KATURANGGAN


Antoloji ‘Ngranggèh Katuranggan’
Breaking News di Tengah
Kesusastraan Nasional

PENERBITAN antoloji puisi Tegalan 'Ngranggèh Katuranggan’ yang yang disponsori oleh Wakil Walikota Tegal, Dr. Maufur, dinilai budayawan pantura Atmo Tan Sidik menjadi langkah positif seseorang yang sangat menghargai budaya Tegalan.
Atmo mengaku, langkah Maufur yang amat peduli pada lokal jenius itu sebagai upaya melestarikan bahasa daerah yang sarat dengan kearifan lokal (local wisdom). Apalagi saat ini ada 726 bahasa daerah terancam punah.
“Langkah Pak Maufur menjadi nilai poin di tengah kurangnya buku-buku puisi Tegalan. Dia menjadi contoh seorang birokrat yang peduli pada bahasa ibunya,” ujar Atmo yang di dalam antoloji tersebut menyumbang dua buah puisi Tegalan.
Sementara itu lain lagi komentar penyair Tegalan Endhy Kepanjen. Ia mengaku terpikat untuk terlibat dalam antoloji puisi Tegalan itu karena bahasa Tegalan menjadi bahasa fenomenal yang akhir-akhir ini sedang booming.

“Ibaratnya, kehadiran sastra Tegalan menjadi sumbu ledak di tengah penantian panjang kita terhadap karya sastra masterpiece namun tak kunjung datang. Makanya sastra Tegalan menjadi breaking news di dalam kesusastraan nasional yang sedang mampat!” ujarnya.
Lain Atmo dan Endhy Kepanjen, lain juga penilaian Apito Lahire. Menurut dia, rencana penerbitan antoloji puisi Tegalan Ngranggèh Katuranggan sangat penting bagi masyarakat Tegal. Karena dengan diterbitkan antoloji tersebut, bahasa Tegalan bisa naik drajatnya ke wilayah sastra literer yang bermartabat.
“Ajib ah, karena jadi wadah yang luas bagi bahasa ibu. Tegalan bisa naik drajatnya. Dan dari puisi yang temuat juga ada macam banyak style, gaya khas perorangan, maupun daerah yang sekaligus memperkaya khasanah bahasa Sastra Tegalan jadi ikon. Ada pertemuan grengseng, kentel semacam teh poci, karena di situ dari macam latar profesi, pendidikan dan pengalaman puitik,” papar Apito.
Lebih lanjut ia menilai, dalam sajak Tegalan yang ditulis Nurochman Sudibyo –anak Tegal yang saat ini menetap di Indramayu-- dengan campuran Tegalan Indramayunya puisi yang dia tulis menjadi warna tersendiri. Pada sajak Julis Nur Hussein dengan pola warna Pagerbarangnya, dan Maufur jujur dalam tuturnya, semua itu membuat atoloji tersebut memikat untuk dinikmati.
“Teristimewa, dalam antoloji Ngranggèh Katuranggan itu, segala profesi tumpah ruah tanpa sekat. Ada dosen, anggota DPRD, birokrat, pedagan tempe, guru, aktor, penyair, tukang pijet, mahasiswa, sampai walikota berbaur dengan semangat kebersamaan Tegalan yang yakher dan luged. Saya yakin puisi Tegalan dalam antoloji tersebut punya katurannggannya…” tandas Apito yang juga ambil bagian dalam antoloji tersebut.
Sekadar diketahui, antoloji puisi tersebut, saat ini telah memasuki tahapan lay out dan dalam waktu dekat ini siap diluncurkan. Pengantar buku ditulis oleh M. Hadi Utomo. “

Nyong menyambut baik dengan munculnya penerbitan antoloji Ngranggèh Katuranggan (LS )

FOTO : ENDHY

Tidak ada komentar: