Minggu, 23 November 2008

Monolog Tuma Eko Tunas


Monolog Eko Tunas:
Mencari Kutu Peradaban


PEREMPUAN dengan rambut panjang tergerai itu bernama Turah. Tak seperti kebanyakan pencitraan perihal perempuan berambut panjang yang biasanya direpresentasikan sebagai perempuan elok, maka Turah justru paradoks dari gambaran tersebut.
Soalnya, pada rambut Turah yang panjang itu, dipenuhi oleh tuma! Ya, tuma (kutu)! Celakanya, cuma Turah seorang di zaman kini yang memiliki tuma. Maklumlah, peradaban modern dengan segala aksesoris hidup, tak lagi memberi ruang buat tuma hidup.
Cerita tuma tersebut, kata Eko seusai pentas, sebetulnya dia ambil dari filosofi masyarakat Jawa.
Untuk menengarai betapa istimewanya filosofi tuma tersebut, tak heran jika cuma binatang tuma saja yang memiliki penamaan berbeda-beda dalam siklus metamorfosanya.
Telur tuma, orang Jawa menyebutnya lingsa yang diterjemahkan sebagai eling (ingat) asal muasal kejadian manusia. Anak tuma disebut sebagi kor, yang berarti kita harus rela berkorban. Dan,..tuma, berarti tumanja…, bahwa hidup mesti berarti buat sesama. Adapun rambut, tempat bagi para tuma berlindung diterjemahkan sebagai rambataning urip (jalan hidup), serta sirah (kepala) sebagai sumber kehidupan tuma diterjemahkan sebagai isining wewarah (berisi pengetahuan).
Monolog berjudul Tuma yang dibawakan Eko Tunas dalam bahasa Tegal di Warung Apresiasi (Wapress), Bulungan, Jakarta Selatan pada Senin (30/8), merupakan rangkaian dari road show aktor kelahiran Tegal yang kini mukim di Semarang tersebut.
Jakarta, kata Eko adalah kota ketiga belas yang disambanginya. Pertunjukan monolog berdurasi satu jam itu menurut Eko, dibuat tanpa naskah.
“Saya hanya improvisasi di atas panggung. Itulah sebabnya, satu pertunjukan dengan pertunjukan lainnya pasti berbeda,” kata Eko Tunas.
Meski menggunakan bahasa Tegal dalam monolognya, toh penonton tampaknya mengerti dengan pesan yang ingin disampaikan Eko. Maklumlah, sebagai aktor Eko telah menunjukkan kematangannya.
KETERANGAN GAMBAR - Eko Tunas seniman Tegal yang sekarang mulai banyak menggeber sastra lokal kemana dia melanglang untuk monolog dan baca puisi tegalan

Tidak ada komentar: