Rabu, 15 April 2009

PEMENTASAN 200 JUTA DISOAL

Pentas Shalawatan Barzanji 200 Juta Disoal

PEMENTASAN kolosal Shalawatan Berzanji yang menelan anggaran APBD sampai 200 juta, ramai dibicarakan para seniman Kota Tegal. Hal itu dinilai cukup fantastis, karena masih banyak seniman Tegal yang mau pentas saja harus terpaksa menggadaikan sepeda motor seperti yang dialami oleh seniman ketoprak Mintoro. Sementara ada pula para seniman harus ‘ngemis-ngemis’ dan sibuk cari pinjaman demi untuk pagelaran seni yang sejatinya untuk kebesaran nama Kota Tegal. Makanya, tak pelak lagi kalau anggaran pementasan tersebut menjadi sangat berlebihan dan Pemkot Tegal jangan sampai mengulang kejadian serupa. Demikian rangkuman perbincangan para seniman yang dihimpun NP, Rabu (15/4) siang.Menurut seniman Nurhidayat Poso menilai. Pementasan dengan dana ratusan juta bahkan milyaran rupiah pun, tak ada persoalan sepanjang pementasan itu berkualitas mempunyai dampak bagi pencerahan masyarakat, dia akan mendukung sepenuhnya. Akan tetapi, kata Nurhidayat lebih lanjut, dana pertunjukan yang gede di tengah angka pengangguran di Kota Tegal yang fantastis diambil dari dana rakyat digelontorkan untuk escapisme segelintir seniman dengan galah sengget para penguasa nepotisme kultural, dan terus menerus hanya melahirkan karya-karya yang jauh dari realitas masyarakatnya. “Kenapa para seniman yang dibiayai APBD itu tidak mengangkat tema Kota Tegal sebagai kota terkorupsi ke 2 se-Indonesia? Kota ranking ke 3 dari bawah sebagai kota terkotor dari kacamata adipura? Kenapa tidak mengungkit slogan Tegal Keminclong ternyata menyebarkan bau bangkai di mana-mana?” tanya Dayat panggilan akrabnya, dengan pedas. Baginya, yang namanya kesenian itu mesti jadi pengilon masyarakatnya. Bukan terus mengulang cerita legenda, membesarkan mitos-mitos pembodohan, penonjolan kesakralan agama tertentu. Apalagi dibiayai dana rakyat yang tidak semua dapat menikmatinya, hal itu akan menyakitkan rakyat pembayar pajak yang sah.Lain lagi pendapat Ketua DKT Nurngudiono, anggaran DKT tahun 2009 saja cuma dapat bantuan dana 100 juta untuk ngopeni 9 komite seni dan Pepadi untuk masa selama 1 tahun. Bandingkan dengan pementasan Shalawat Barzanji yang notabene hanya satu setengah jam, tapi dana yang digelontor mencapai nilai 200 juta, baginya sungguh fantastis. “Alangkah baiknya dana sebesar itu digunakan untuk pentas 20 atau 30 kelompok seni dari beragam cabang kesenian. Saya prihatin, dan semoga kedepan tak ada kebijakan Pemkot yang menguntungkan kelompok tertentu.” tandasnya. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh pelukis Suroso Benan. Menurutnya, seandainya anggaran 200 juta diberikan ke DKT melalui komite-komite yang menaungi tiap cabang seni dan tiap cabang dapat plafon 3 juta saja, berapa kali pementasan yang bisa digelar? “Coba bayangkan, berarti tiap hari di Tegal akan ada pertunjukan selama dua bulan. Maka alangkah bangganya Tegal jadi barometer kota seni di kawasan pantura” katanya.Pendapat penyair HM. Enthieh Mudakir lain lagi, dengan biaya anggaran yang tak terkirakan itu, diharapkan penyelenggara pementasan kolosan tersebut harus tetap profesional dan profesional mengenai dana APBD. “Tuntutan masyarakat seni tidak sekadar artistik, akan tetapi sikap keterbukaan dalam pelaksana proyek atas pementasan tersebut. Dia dituntut memiliki arti penting di dalam konsekuensi menggunakan dana itu” tandasnya KZ/LS

Foto : Nurhidyat Poso

Tidak ada komentar: