Sabtu, 25 April 2009

DWIKY PENARI ENDHEL


Dwiky Puspasari
Bela-belain Tari Endhel

Saya ingin mengembangkan tari Endhel. Tari tersebut harus kita bela-belain agar generasi muda kita mau peduli pada jenis tarian produk sendiri. Bukan mengagungkan budaya dari luar manca negara.

ALUNAN suara gending Ombak Banyu dari pita kaset merayap-rayap lewat sound system. Pukulan kendang menderap bertalu-talu. Suasana purba mendadak tercipta begitu muncul sosok penari dengan wajah berlindung di balik topeng. Gerakan wanita itu gemulai menari, mendayu mengikuti hentakan musik. Tangan kanannya kukuh memegangi topeng, sedang tangan kirinya mengibas selendang sutra seolah alat dayung bagi perahu yang berlayar di laut lepas. Dan pacak lehernya yang jenjang bergeleng-geleng menawan hingga pementasan tarian itu berakhir dengan applaus penonton yang menggemuuruh.
Begitulah momen suguhan yang menarik dari penari Dwiky saat mementaskan Repertoar I dari Tari Topeng Endhel, berlangsung pada Malam Pentas Seni di pelataran Kecamatan Tegal Timur dalam rangka Hari Jadi Kota Tegal Ke-429, Rabu (23/4) kemarin.
Dwiky Puspasari, nama lengkap penari itu, mahasiswi Smester Akhir FE UPS Tegal, mengaku amat total menyajikan repertoar itu.
“Membawakan Tari Topeng Endhel butuh waktu panjang dan ketekunan, karena menyedot tenaga, juga lemah gemulai. Minimal bisa menguasai satu repertoar tari Endhel bisa tiga bulan atau duabelas Minggu, tapi itu ya tergantung si anak,” kata Dwiky.
Ia sendiri mengaku membawakan Repertoar I itu dari pencapaian latihan yang dia tempuh selama satu minggu tanpa jeda. Cukup memeras tenaga tapi Dwiky amat suka dan gandrung pada tari tradisional. Lebih-lebih pada Tari Topeng Endhel yang notabene tarian khas Tegal, kepedulian dia amat tinggi.
“Saya mempelajari jenis tarian tradisional karena prihatin. Sejak usia lima tahun hingga sekarang saya masih terus belajar menari sampai kemudian bisa membawakan Tari Topeng Endhel,” paparnya.
Anak semata wayang dari pasangan Ketua RW 03 Mangkukusuman, Herry Susanto dengan Thesis Kistanty itu, lebih jauh mengaku, belajar Tari Endhel karena dirinya masuk pada Sanggar Tari Perwitasari pimpinan Damayanthi. Bahkan sudah lima tahun ini Dwiky masih terus dipercaya untuk bergabung pada sanggar itu. Kemana sanggar itu mendapatkan job tari Endhel, Dwiky menjadi salah satu andalan seperti yang berlangsung pada pementasan di Kecamatan Tegal Timur malam itu.
Tidaklah sia-sia Dwiky berlajar tari Endhel dan bermacam tari Jawa lainnya. Pada tahun 2004, ia merebut Juara I Tari Endhel Tingkat SLTA se-Tegal, juara III Tari Gambyong se-Tegal pada tahun 2004, kemudian pada tahun 2006 dia merebut juara II Tari Endhel Tingkat Umum.
“Saya juga turut berpartisipasi pada Hari Tari Internasional ’24 Jam Menari’ di Kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta tahun 2007, termasuk membawakan tari Endhel di PRPP Semarang dan TMMI Jakarta,” katanya.
Pergaulan Dwiky ternyata tidak hanya terpaku pada kelompok tari saja, bersama Damayanthi, dia pun banyak dikenalkan pada dunia teater. Tak mengherankan kalau diapun sering terlibat dalam pertunjukan teater, drama kolosan dan pementasan-pementasan seni yang dikolaborasikan dengan tarian.
“Saya ingin mengembangkan tari Endhel. Tari tersebut harus kita bela-belain agar generasi muda kita mau peduli pada jenis tarian produk sendiri. Bukan mengagungkan budaya dari luar manca negara,” tekat gadis cantik yang punya motto: maju terus pantang mundur itu.
Karena kesuntukan dan keuletan serta prestasi yang dia capai, pada tahun 2009 ini, Dwiky ditunjuk Pemkot Tegal menjadi Duta Seni untuk tingkat Propinsi (LS)




Tidak ada komentar: