Selasa, 02 Juni 2009

KREDO LANANG SETIAWAN



PENGENDARA BADAI

Aku ingin para sastrawan pada puyeng, terperangah dan klenjengan layaknya tersengat kalajengking dengan antupnya yang garang. Asmosfer polemik biar terjadi di antara kritikus, pengamat seni, pemerhati sastra, budayawan, paus sastra atau wader sastra saling beradu argumentasi dalam kegaduhan pro dan kontra. Aku pun selalu terobsesi sebagai pengendara badai yang membuat karya monumental, segar, elegan, bergengsi, dan memberi pemahaman pada masyarakat Tegal kalau bersastra dengan menggunakan bahasa ibu itu bukanlah sebuah dosa. Bagiku, kedudukan bahasa itu sama, tak ada yang lebih agung atau adiluhung (Baca: novel Pengendara Badai)

1 komentar:

On Coffee Talk mengatakan...

Kang nyong setuju karo Rika bahwa kedudukan bahasa kue pada bae. Tapi sing malah nggawe keder kenapa nang basa jawa atawa sunda ana tingkatan sing "mbedakna" keagungane dalam lingkaran basa itu sendiri?

adong kaya kuwe berarti bisa langsung disangkal dong basa jawa kuwe lebih "agung" daripada basa Tegal. Kayong ora mlebu nang uteke nyong. kepriben kiye kang?