Rabu, 17 Juni 2009

KEN RATU MERINTIS JADI NOVELIS


Ken Ratu, Merintis Jadi Novelis

NAMA lengkapnya Ken Ratu Adni Sukmawati. Biasa dipanggil Ken Ratu atau cukup dipanggil Ratu. Ia baru lulus SMKN 2 Tegal. Ia tumbuh sebagai remaja yang kiyut (cute) dan merupakan penulis muda berbakat yang dimiliki Kota Tegal. Bagi pembaca Harian pagi Nirmala Post, nama gadis ini sudah tidak asing lagi karena karya berupa puisinya kerapkali muncul di Rubrik Pendidikan.
Novel perdananya berjudul Pelangi Tiga Minggu yang dia tulis saat masih di bangku SMP Negeri 2, langsung menjadi Cerita Bersambung (Cerbung) di harian Suara Merdeka pada edisi Minggu tahun 2007 lalu.
Ratu lahir di Tegal, 14 Nopember 1990 sebagai anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Lanang Setiawan dan Endang Sukmawati. Ratu lantas bercerita soal merintis perjalanan kepenulisannya, “Saya pertama kali menulis dimulai dari catatan harian waktu masih duduk di kelas 5 SD.”
Waktu itu dia tertarik mengamati gerak-gerik kawan-kawan baik di sekolah maupun di kampungnya. Dari catatan dan pengalaman yang dia dapat, lantas lahirlah banyak cerpen remaja atau teenlit yang dikirim ke majalah pelajar yang digawangi oleh Sisdiono Ahmad, Ketua Dewan Pendidikan Kota Tegal. Sastrawan Angkatan 66, SN Ratmana menilai kalau Ratu memiliki bakat menulis yang bakal menjadi kebanggaan Kota Tegal.
Ternyata memang apa yang diucapkan oleh SN Ratmana benar adanya, terbukti novel perdananya muncul di Harian Suara Merdeka. Padahal untuk tembus ke koran tersebut bukan suatu hal yang mudah. Tak mengherankan, bagi cewek menyuka warna ungu ini, pemuatan novelnya secara bersambung sebagai tonggak sejarah badi dirinya maupun Kota Tegal.
“Novel Pelangi Tiga Minggu itu saya tulis waktu kelas 3 SMP, lalu saya coba kirim ke Suara Merdeka. Alhamdulillah novel saya diterima setelah menunggu dua bulan,” katanya.
Bagi cewek berambut ikal ini, menulis adalah sebuah bakat yang diberikan Tuhan untuk tidak disia-siakan. Lantas setelah Cerbung Pelangi Tiga Minggu dimuat, ia menulis kumpulan cerpen gaulnya yang juga dibukukan bertajuk ‘Sory…Gue Ga Bisa Nolak Lo.’ “Ya, saya dalam waktu bersamaan juga menulis kumpulan cerpen,” katanya saat ditemui Nirmala Post di rumahnya Gang Tegal Tegal 10/12 Jalan Arjuna, Slerok, Kota Tegal, Minggu (15/6).
Ia dalam menulis novel maupun cerpen itu suka pakai bahasa gaul ala anak Jakarta, elo-gue, yang kadang pula disisipi bahasa Tegal. Dan cewek berzodiak scorpio ini, sekarang sedang menggarap novel keduanya. Apa tuh judulnya?
“Judulnya Jejak Anak Tobong. Novel ini bercerita tentang kehidupan seorang anak tobong ketoprak yang ingin mengakhiri kebiasaan orang-orang ketoprak bersikap bar-bar,” terangnya.
Penilaiannya, kehidupan anak-anak tobong ketoprak tidak harus memiliki kebiasaan minum-minum, berjudi atau kumpul kebo.
“Kecerdasan anak-anak tobong ketoprak harus dibangun dan memikirkan masa depan yang lebih bermanfaat dari kebiasaan buruk mereka,” ujarnya penuh semangat sambil membocorkan sedikit isi dari novel keduanya yang masih dalam proses penyelesaian.


Arti Sahabat
Bagi Ratu, yang membuatnya survive atau bertahan untuk terus menulis, tak lepas peran sahabat. “Sahabat itu layaknya kesehatan, yang baru kita sadari betapa pentingnya dia setelah kita kehilangan,” ujarnya. Dan ia punya sahabat yang sangat setia. Meski dia mengaku seringkali marah dan nyakitin perasaannya, namun sahabatnya itu tak pernah marah dan berontak tentang perlakuan dirinya ke dia.
Meski ia telah menjadi tenar, namun sikap hidupnya tetap biasa-biasa saja. Tidak tinggi hati. Prestasi demi prestasi yang diraihnya itu ia ibaratkan seperti air sungai yang mengalir, sehingga tidak perlu dibangga-banggakan. “Apa yang saya raih selama ini telah jadi takdir kalau memang Tuhan kasih buat saya yang terbaik, kenapa tidak saya coba?” imbuh peraih beasiswa pendidikan ini seraya tersenyum.
Disamping sahabat, so pasti kedua orangtua sepenuhnya menjadi spirit dirinya untuk terus berkarya.
“Ada beberapa ucapan yang pingin saya ungkapin buat orang terdekat saya. Terutama buat ortu, keluarga saya, dan buat soulmate saya yang selalu ngejek karya-karya saya,” ucap gadis yang dikenal pendiam ini (Ekadila Kurniawan)


Novel Pelangi Tiga Minggu Ingin Difilmkan

MEMPEROLEH honor dari menulis novel Pelangi Tiga Minggu lumayan gede, lantas ia yang kala itu masih sekolah, pergunakan untuk hal yang sungguh mulia. “Seluruh honor saya pergunakan untuk aqiqoh saya,” ucapnya.
Aqiqah dalam hukum Islam suatu kewajiban bagi setiap anak yang lahir. Ia menyadari, keduaorangtuanya, waktu dirinya lahir, belum mampu untuk membeli hewan kambing untuk aqiqah dirinya. Maka, ia punya nazar.
“Kalau honor cerbungku datang, akan saya pergunakan untuk aqiqah dan merayakan ultah sweet seventeen saya,” bebernya.
Sesuai dengan nazarnya, ia merayakan ultah dan aqiqah yang diramaikan pentas seni cukup meriah di halaman depan rumah. Para tamu undangan yang hadir pun beragam. Mulai dari Adi Winarso yang kala itu masih menjabat jadi Walikota Tegal, Dr Maufur yang kala itu masih menjabat sebagai Wakil Walikota Tegal dan para seniman Tegal, seperti Slamet Gundono, Diding Muhammad, Nurhidayat Poso, Yono Daryono, Endhy Kepanjen, Jayeng Jaladara Ipuk NM Nur, dan sebagainya.
Bahkan, Dalang Wayang Suket, Ki Slamet Gundono membawakan lagu ‘Babon Ngoyok-Ngoyok Jago’ yang sairnya dirubah disesuaikan dengan situasi ulang tahun, duet bareng KMSWT, untuk menghibur hatinya. Suasana malam yang dingin pun menjadi terasa hangat.
Tak ketinggalan pentas monolog Jayeng, pembacaan puisi Dr Maufur. Semua honor yang ia terima merasa perlu saling berbagi kepada sesama.
“Saya cukup terharu dan bahagia, soalnya nggak nyangka tamu yang hadir banyak banget,” ucapnya berkaca-kaca, mengenangnya.
Next, dalam hal pendidikan, ia ingin melanjutkan ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Lalu mengenai novelnya, ia berharap, novel Pelangi Tiga Minggu dilayarlebarkan. Sebagaimana yang tengah menjamur saat ini, banyak novel yang diangkat ke layar lebar, pun Ratu, punya mimpi suatu saat nanti novel Pelangi Tiga Minggu difilmkan. Pasalnya, film tersebut mengandung konflik yang seru diantara pelajar dan bisa disaksikan masyarakat seluruh Indonesia. “Tapi yang saya plot konfliknya bukan kenakalan remajanya atau kebengalannya, melainkan kejeniusan mereka dalam menghadapi persoalan remaja,” ujarnya.
Apalagi belum lama ini marak adanya geng sekolah, mencerminkan sikap tak baik bagi seorang pelajar. Ia ‘memberontak’ lewat novel tersebut.
“Di novel ini, karakter tokohnya pintar-pintar, saking pintarnya, kadang pemikiran mereka diluar jangkauan siswa yang lainnya,” ujarnya. Jikapun tidak difilmkan, disinetronkan pun tidak jadi soal (EK)















Tidak ada komentar: