Minggu, 09 Agustus 2009

MALAM TAHLIL dan BACA SAJAK TEGALAN MENGENANG WS RENDRA

Aktor Monolog Abidin Abror


Mengenang Rendra
Abidin Abror Bawakan ‘Tembangan Banyak’

LAMA tak nongol digegap gempita panggung kesenian, monologer Abidin Abror, masih menyisakan daya pukau pada acara malam ‘Tahlil dan Baca Puisi Tegalan’ mengenang almarhum penyair WS. Rendra yang digelar di “Rumpres Muaratua” H. Tambari Gustam, Jalan Brawijaya No 46 Muarareja, Kecamatan Tegalsari, Jumat (7/8) pukul 20.30 Wib kemarin.
“Aku memimpikan acara semacam ini, karena WS Rendra sang maestro tidak hanya sebagai penyair, teaterawan, tapi dia adalah juga figur yang memukau yang diakui dunia. Acara mengenang almarhum Rendra menjadi momen penting, dan aku mau tampil karena acara ini,” ucap Abidin sebelum tampil.
Pada malam itu dia tampil dengan membawakan sajak Nyanyian Angsa karya Rendra yang telah dialih bahasakan tegalan menjadi Tembangan Banyak. Dengan mengenakan baju lengan panjang warna biru dan berkaca mata, Abidin menyalakan bait-bait sajak itu://Jam telu awan/srengèngèné trus ngobong/semromong kaya pati angin/Maria Zaitun mlaku/minggring-minggring kemlopok/nang dalan garing ring//ujug-ujug mbeneri dèwèké nyabrang/keplèsèt tai asu/ora nganti tiba mung getihé metu/sing borok plakangané/lan ndlèwèr maring sikilé…//.
Saat membacakan sajak tersebut, Abidin sanggup menghadirkan aura tataran sosial dan politik lewat sosok Maria Zaitun sebagai pelacur tua berpenyakitan, lewat letupan vokalnya yang kadang meledak, melemah, tapi tiba-tiba kembali syahdu menghujam. Abidin piawai mengolah gejolak tokoh Maria Zaitun, suasana pencemoohan sajak Tembangan Banyak yang ditujukan bagi kaum politisi dan agamawan yang biasa berpidato dan berkhotbah tetapi tidak bisa menyelesaikan masalah, divisualisasikan lewat penghayatannya yang dalam. Tak mengherankan sepanjang pembacaan itu, penonton yang banyak dihadiri wartawan dari media cetak dan elektronik, merasakan sesuatu nilai sosial, relijius, dan sekaligus sayatan luka Maria Zaitun yang dibangun dengan pengalaman pentasnya selama ini. Sungguh, malam kali pertama Abidin tampil kembali dalam acara tersebut, sanggup menyumbangkan ruh puisi terjemahan tegalan atas sajak-sajak Rendra dengan menawan (LS)




DUET – Dengan gayanya yang teaterikal aktor teater Slamet Ambari berduet bareng Vera Sandrayani membacakan sajak ‘Rick Sing Corona’, di acara malam ‘Tahlil dan Baca Puisi Tegalan’ mengenang almarhum Rendra di “Rumpres Muaratua” H. Tambari Gustam, Jumat (7/8) malam kemarin (Foto: Lanang Setiawan)


Malam Tahlil dan Baca Puisi Tegalan
untuk (Alm) WS. Rendra

BERTEPATAN malam tahlil hari pertama kematian penyair WS. Rendra di Padepokan Bengkel Teater Rendra, di Kota Tegal, Jumat (7/8) pukul 20.30 Wib berlangsung acara ‘Tahlil dan Baca Puisi Tegalan’ bertempat di ‘Rumpres (rumah apresiasi) Muaratua’ H. Tambari Gustam, jalan Brawijaya No 46 Muarareja, Kecamatan Tegalsari.
Sebelum pembacaan puisi digeber, para seniman, wartawan dan puluhan warga Muarareja memenuhi halaman ‘Rumpres Muaratua’ untuk melakukan tahlil, dipimpin oleh ustadz H. Tarjani.
Dalam sambutan Tambari mengatakan, acara tersebut diselenggarakan untuk mengenang dan mendo’akan sang maestro ‘Si Burung Merak’ Rendra yang selama hidupnya banyak berjasa bagi kebesaran kesusastraan, teater, dan kebudayaan nasional pada umumnya. “Rendra adalah pahlawan yang tak pernah menyimpang dari hati nurani. Sajak-sajak Rendra berperan sangat penting atas lahirnya sastra tegalan yang ditandai dengan munculnya sajak Tembangan Banyak yang cukup popular dari sajak aslinya berjudul Nyanyian Angsa karya Rendra,” terang Tambari.
Dari kedekatan emosional semacam itu, para seniman Tegal dan masyarakat sekitar menggelar ‘Tahlil dan Baca Puisi Tegalan’. Tidak tanggung-tanggung seniman pentolan Tambari Gustam menghadirkan juga kelompok Musik Wayang Sastra Balo-balo (MWSB) sebagai pengiring.
Tampil sebagai pembuka acara kelompok MWSB dengan mengusung puji-pujian tegalan yang mampu memberikan nuansa trasendental hingga meresap dan menggedor-gedor ulu hati. Kelompok tersebut selanjutnya memberikan juga sentuhan-sentuhan sakral saat mengiringi Tambari Gustam lewat pembacaan sajak terjemahan Dadiya Siji Tembuk-tlembuk Kota Jakarta dari sajak karya WS. Rendra berjudul Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta.
Selanjutnya pembacaan sajak Rick Sing Corona dibawakan aktor teater Slamet Ambari dan wartawan Vera Sandrayani. Duet tersebut mampu menghadirkan situasi asmara menggila antara Rick dan Betsy, dan karut-marutnya suasana sajak yang dibangun sedemikian rupa dengan derapan dentam musik balo-balo. Puncaknya adalah penampilan monologer Abidin Abror membawakan sajak Nyanyian Angsa karya Rendra yang telah dipremak habis-habisan dalam bahasa Tegal menjadi Tembangan Banyak. ‘Malam Tahlil dan Baca Puisi’ mengenang almahum Rendra itu, sungguh menjadi fragmen religi yang mendalam bagi semua pengunjung (LS)


Seniman Tegal Kenang WS. Rendra

NAMA Rendra bagi kalangan seniman Kota Tegal tak asing lagi. Pada tahun 1950-an ia pernah bolak-balik ke Tegal melihat kiprah komunitas Ikatan Seniman Muda Tegal pimpinan Woerjanto saat aktor teater Sudjai S menyutradarai dan main dalam satu lakon. Kala itu WS. Rendra mengagumi betul seniman-seniman Tunas terutama kesemsem pada dedengkot teater Sudjai S saat dia main dalam lakon Malam Jahanam karya Motinggo Busye di Gedoeng Tawang Samudra tahun 1960 bersama Parto Tegal.
Dari ketertarikan itu, langsung saja Rendra menawarkan pada mereka untuk bergabung di Bengkel Teater Yogyakarta. Parto Tegal akhirnya suntuk di teater pimpinan Rendra sedang Sudjai S menolak dengan alas an untuk menjaga kelangsung dunia perteateran di Kota Tegal (baca: novel Pengendara Badai).
Keakraban Rendra dengan para seniman teater di Kota Tegal, menyebakan dia menjuluki Kota Tegal sebagai ‘kota yang tak pernah tidur’, dalam artian Tegal sebagai ‘kota teater’. Hingga beberapa tahun lalu, Rendra kembali menyempatkan diri ke Tegal dalam rangka baca puisi dan melakukan acara diskusi. Termasuk datang di Kabupaten Tegal untuk even pembacaan puisi pada HUT Kemerdekaan, di Pendapa Ki Gede Sebayu Kabupaten Tegal.
Tak heran kalau kemudian secara emosional kalangan seniman Tegal serentak menggelar pbegitu mendengar kematian ‘Si Burung Merak’ pada (6/8) kemarin, Teater Qi menyelenggareristiwa budaya akan acara ‘Doa dan Mengenang WS. Rendra’ di halaman gedung kesenian, Sabtu (8/8) pukul 20.00 Wib.
Menurut Rudi Iteng selaku ketua penyelenggara menuturkan, maksud dan tujuan digelar acara tersebut yakni untuk merefleksikan karya-karya Rendra sebagai spirit dan kontemplasi agar karya Rendra tetap hidup. “Bagaimanapun, Rendra itu tokoh pembaharu yang namanya tidak hanya dicat pada tingkat nasional tapi dunia,” kata Rudi.
Pada malam itu, acara dibuka dengan diskusi bersama menampilkan Nurhidayat Poso dan Yono Daryono dengan melempar satu makalah berjudul Jejak Rendra pada Sastra Tegal, Nana Ernest memilih tema bahasan Rendra, Spirit dan Motivator Kawula Muda dalam Berkarya.
Acara memakin menarik ketika para seniman Tegal melanjutkannya dengan pembacaan puisi karya-karya Rendra. Mereka yang tampil pada pembacaan itu diantaranya Bramanthi S. Riyadi, HM. Enthieh Mudakir, Nana Ernets, Albadruasykin, Apas Khafasi, Linda, Atho, Titis Hening, dan teaterikal puisi oleh Teater Qi. Penampilan mereka rata-rata menarik dan suntuk mendalami karya-karya Rendra sang maestro penyair itu. Sebelumnya, Jumat (7/8) pukul 20.30 Wib berlangsung juga acara ‘Tahlil dan Baca Puisi Tegalan’ bertempat di ‘Rumpres (rumah apresiasi) Muaratua’ H. Tambari Gustam, jalan Brawijaya No 46 Muarareja, Kecamatan Tegalsari (LS )





Tidak ada komentar: