Senin, 10 Agustus 2009

KESAKSIAN DWI ERY TENTANG RENDRA


Mengenang Rendra
Kesaksian Penyair Pentolan
Dwi Ery Tentang Rendra

KESAKSIAN bagi orang yang sudah wafat menjadi momen penting sebagai sebuah catatan bahwa dia pernah hidup. Lebih lagi bagi orang sebesar Rendra yang selama hidupnya begitu konsen terhadap perkembangan sastra, budaya dan teater, tentu tak bisa dibiarkan berlalu ketika dia telah berpulang. Maka, untuk mengenang ketokohan Rendra, peristiwa kebudayaan perlu digeber meski sebelum itu di Rumpres Muaratua H. Tambari Gustam, Jumat (7/8) lalu diselenggarakan acara ‘Malam Tahlin dan Baca Puisi Tegalan’, dan Teater Qi juga menggelar acara yang sama, sehari setelah itu. Kini pada malam ke empat kematian WS. Rendra, para seniman Tegal kembali mengusung acara yang mesti dinilai latah, tapi tetap digelar acara serupa. Namun latah tidak latah, acara tersebut laik diselenggarakan mengingat ‘Si Burung Merak’ itu merupakan figur pembaru dalam dunia kesenian. Pada malam ini, Selasa (11/8) salah satu pentolan penyair tegalan Dwi Ery Santoso siap menggedor 3 buah puisi karyanya dalam dua bahasa; tegalan dan nasional. Tiga buah puisi yang akan digeber berjudul Lengang, Sepotong Jalan (bahasa nasional), dan satu puisinya yang ditulis dalam bahasa tegalan berjudul Rumah Sakit. Tiga puisi itu akan dibacakannya di depan gedung kesenian, pukul 20.00 wib.
Menurut dia, proses penciptaan 3 sajak itu didasari dari rasa priatin mendalam atas berita kematian Rendra yang terkabarakan lewat sebuah pesan singkat dari sahabat dari Jakarta. Ketika mendapat sms itu, ia merasa seluruh tulang-belulangnya serasa tercerabuti dan membuat sekujur tubuhnya lemas seperti ada yang hilang. Dari situlah maka lahirlah sepotong sajak Lengang. “Seperti ada yang hilang ketika saya mendapat sms tentang kematian seorang Rendra,” katanya.
Pada proses penciptaan puisi Sepotong Jalan, ia mengisahkah tentang kesaksian atas kepasrahan Rendra ketika memulai bersujud kepada sang khaliq atas kebesaran Agama Islam yang dia anut hingga namanya pun rela diganti menjadi Wahyu Soeleman Rendra. “Keperpindahan Rendra dari pemeluk Khatolik taat menjadi penganut Agama Islam, menjadi sebuah kecerdasan rokhani menuju ke Khaliq yang sebenarnya, karena baginya Agama Islam itulah agama yang diridhoi Allah,” tandas Ery.
Pada sajak Rumah Sakit, Ery dengan tegas mengisahkan tentang pandangan Rendra terhadap perkara sakit atau tidak sakit, bukanlah milik Rendra melainkan semua itu milik Allah semata. Nilai kepasrahan total yang dimiliki Rendra adalah sebuah kesaksian Ery saat menilai Rendra terhadap Allah yang dia yakini sebagai Tuhan Seru Sekalian alam. “Bagi Rendra, sakit tidak sakit adalah milik Allah. Aku tidak sakit. Hanya organ-organ tubuhku yang telah tua, maka ketuaan adalah rahmat” tandas Ery mengutip omongan Rendra saat ajal akan menjemput.
Dalam acara ‘Mengenang Rendra’ malam ini, ia bakal tampil dengan kekuatan vokal dan teaterikan. Semua itu bakal menjadi pijakan Ery saat membawakan 3 puisinya itu. Ia siap memberikan sajian lain dari biasanya. Pada malam yang sama, acara mengenang Rendra juga digelar di komplek Radio CBS Klonengan, menampilkan para penyair, pejabat, Bupati Tegal Agus Riyanto, dan sejumlah wartawan (LS)



Tidak ada komentar: