Jumat, 08 Mei 2009

WISATA AGRO KALIGUA


Kaligua, Wisata Agro Penuh Pukau

GUMPALAN awan putih susu berarak-arak di langit lazuardi ketika bus rombongan yang kami tumpangi terdiri dari dua wartawan NP dan 4 karyawan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kabupaten Brebes, merayap di jalan berkelok-kelok seperti ular naga dalam ketinggian 1.500 meter dpl. Dari kejauhan terlihat lembah curam di kiri jalan. Tampak hunian rumah warga seperti berada di atas negeri berawan. Bus rombongan yang dikendalikan sopir Agus Siswanto mendaki bukit-bukit menajam yang cuma dapat dilalui dua kendaraan. Itu pun, satu diantara kendaraan harus sabar bergiliran jika mau melintas. Berhati-hati merayap di jalan berbukit menuju kawasan wisataagro Perkebunan Teh Kaligua, karena kecuraman lembah dan kemiringan jalan banyak dijumpai. Dan itu menjadi kunci selamat untuk dicermati dengan ekstra hati-hati. Bila sembrono, bus bakal mudah tergelincir dan masuk jurang, nyawa pun menjadi taruhan. Kawasan wisata agro Perkebunan Teh Kaligua itu berada di Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes. Ketika 5 kilo meter bus memasuki mulut Pedukuhan Cipetung, Desa Pandansari, dari arah depan tiba-tiba gumpalan halimun merayap dan menyerbu dataran. Makin lama gumpalan itu memecah dan menyebar ke berbagai penjuru. Jalanan sekonyong-konyong jadi tertutup asap tebal yang bergulung-gulung. Tuhan menciptakan jarak pandang kami hanya tujuh meter. Rumah-rumah penduduk dan pepohonan tampak seolah-olah menjadi lautan luas memutih bahkan seluas mata memandang, lembah ngarai nan curam di sana itu menyatu dengan awan-awan kelabu. Pemandangan seperti kain kanvas yang membentang di angkasa raya. Padahal baru jam satu siang tapi suasana laiknya memasuki rembang petang. Beruntung sekali sang sopir Agus sudah terbiasa mengendarai mobil ke daerah berkabut itu, sehingga menguasai betul ruas jalan yang sedang kami lalui. Lima belas menit ke depan, sampailah kami di tempat tujuan setelah dengan susah payah mobil menanjak, mendaki perbukitan. Dari kaca mobil bentangan tulisan “Selamat Datang Di Wisata Argo Kebun Teh Kaligua” melintang di atas gerbang pintu masuk. Di belakang sirip pintu itu, berkibar-kibar puluhan umbul-umbul. Seluas mata memandang hamparan perkebunan teh hijau royo-royo tampak berbinar-binar dalam pantulan matahari yang dibalut teduh. Berada di lokasi Kaligua, memang tidak ada aktivitas Penjualan seperti laiknya dikeriuhan obyek wisata pada umumnya. Satu-satunya nyamikan dan minuman yang bisa dibawa masuk hanya ada di kios kecil dekat gerbang pintu. Tapi jangan kuatir kalau Anda lapar, di dalam obyek wisata argo ini ada kafe dengan menu masakan bervariasi. Tapi bukan itu yang mampu menggetarkan dan penuh pukau dalam kunjungan kami di Kaligua. Ada yang lebih dasyat dari sekadar makan, melainkan kawasan perkebunan teh Kaligua itulah yang sesungguhnya memberikan kejutan pesoan dengan kesejukan udaranya tanpa polusi, dan keindahan alam yang asri dalam pandangan polos bola mata telanjang. Berada di kawasan Kaligua, orang tidak hanya sekadar meredakan ketegangan hidup dari akibat cambuk deru-deram keriuhan kerja sehari-hari, namun para wisatawan bisa menikmati suguhan pemandangan berbeda yang tak mungkin diperoleh dari obyek-obyek wisata lain. Sebabnya apa? Di sini selain ada warisan peninggalan zaman Kolonial Belanda, sekaligus alam pikiran kita bakal dipelantingkan ke masa pergolakan Jepang saat pasukan Nippon menduduki republik di tahun 1942-1948. Manajer Wisata agro Kaligua, Sumarjono mengatakan, tidak hanya warisan dari Belanda berupa pabrik teh perkebunan yang bisa dikunjungi para wisatawan, melainkan warisan pada zaman penjajahan berupa goa dapat juga dimasuki oleh siapa saja. Dan oleh karena goa tersebut dibuat oleh Jepang, maka goa itu disesuaikan dengan menggunakan nama Goa Jepang. Goa tersebut amat panjang terletak di bawah bukit yang di atasnya ditumbuhi perkebunan teh. “Selain Goa Jepang, di Kaligua ada juga terdapat Tuk Bening, Puncak Sakub, Goa Angin, dan kami menyediakan home stay untuk tempat menginap pengunjung,” katanya Menurut dia, pengunjung yang datang ke Kaligua rata-rata berkelompok. Kebanyakan dari luar Brebes. Namun tidak sedikit warga dalam kota seperti Bumiayu dan Paguyangan. Selain juga masyarakat umum, pelajar yang datang berkunjung banyak juga. “Kunjungan pelajar itu biasanya datang pada hari libur. Mereka memanfaatkan Kaligua untuk berkemah,” tegasnya. Tarif sewa tenda untuk berkemah, dikenakan biaya sebesar Rp 20 ribu untuk Kap 6 orang per hari. Sedang tarif untuk camping rombongan di bawah dan di atas 50 orang dikenakan biaya tiket masuk per malam di bawah Rp 10 ribu. Tapi ini belum termasuk biaya sewa lapangan per malam sebesar Rp 100 ribu. Bagi pelajar atau mahasiswa yang membutuhkan pemandu perjalanan mengitari perkebunan ini, ditarik biaya sebesar Rp 20 ribu untuk maksimal 20 orang. Sebesar Rp 25 ribu bagi masyarakat umum, sementara mereka yang mau menggunakan kereta wisata K7 orang dikenakan biaya sebesar Rp 100 ribu, menggunakan truk Kap berisi 30 sampai 40 orang sebesar Rp 200 ribu. Mengitari perkebun Kaligua seluas 607, 26 hektar dengan tanaman teh seluas 525 hektar itu, dipastikan tidak akan pernah merasa kecewa karena selain para wisatwan bisa mengunjungi tempat-tempat bersejarah, di sepanjang perjalanan pun dapat dijumpai paduan aneka tanaman hias bunga seperti papirus, cemara balon, cemara pinus, lantana, tapak dara dan amarilis. Bunga amarilis termasuk jenis bunga bakung yang berasal dari suku Amaryllidaceae. Bunga tersebut sangat cantik karena memiliki mahkota dalam warna cerah dan menawan. Dibanding bunga bakung, bunga ini bentuknya lebih mempesona karena memiliki detail warna terang disertai degradasi warna lain di setiap kelopaknya bagaikan lukisan naturalis yang menajubkan. Keelokan bunga amarilis dapat dilihat dari komposisi daun yang berhadapan bagaikan sebuah kipas. Sedangkan bunganya berbentuk terompet berbibir enam. Bunga tersebut, selain bertebaran di sepanjang perkebunan ini, banyak juga ditanam oleh penduduk setempat sebagai hobi para ibu di Desa Pandansari, Kalikidang, Taman, dan Paguyangan. “Warna bunga amarilis beraneka ragam. Ada amarilis merah darah, merah tua, putih bercorak garis merah, ungu, kuning markonah, dan merah muda. Tangkai perbungaannya berongga, muncul dari umbi. Tiap perbungaan terdiri dari 2-6 kuntum yang mekar serentak,” tutur Suwi, salah satu ibu yang punya hobi menanam tanaman hias. Menurut dia, ibu-ibu yang memiliki kebiasaan menanam tanaman hias, awalnya hanya sekedar hobi. Kini mereka telah menjadikan aktivitasnya itu sebagai tambahan penghasilan. “Dulu sekadar hobi, lama-lama untuk tambahan penghasilan,” ujar salah satu ibu rumah tangga yang rumahnya berada di sebelah kiri sebelum pos penjagaan di pintu gerbang perkebunan teh Kaligua kepada NP. Selain aneka bunga, di perkebunan Kaligua tumbuh pula bunga kecubung. Bunga tersebut banyak tumbuh subur dekat Tuk Bening dalam ketinggian 1250 meter dpl. Bentuk bunga kecubung, mirip terompet dan semacam bunga kamboja namun cukup besar. Di pusat penjulan tanaman hias di kota-kota, bunga tersebut tidak akan pernah ditemukan (LS)

Dari Goa Jepang Sampai Adu Nyali

WISATA Agro selalu menawarkan kekhas kehidupan perkebunan. Wisatawan bakal menemukan pengalaman baru yang cukup mendebarkan. Rasanya tidak lengkap jika pengunjung belum menaklukan Puncak Sakub yang cukup menantang. Puncak Sakub adalah bukit paling tinggi di antara puncak-puncak yang tersebar di perkebunan teh Kaligua. Lokasi puncak itu bercokol di ketinggian 2050 meter dpl yang tentu sangat membutuhkan tenaga cukup ekstra jika ditempuh dengan berjalan kaki, karena memakan waktu pendakian sekitar satu setengah jam. Jalan menuju Puncak Sakub berkelok-kelok dan tentu semakin didaki, perjalanan semakin tinggi. Tapi bagaimana kita bisa sampai ke puncak sana? “Bagi wisatawan yang mau mendaki ke Puncak Sakub, kami menyediakan sarana mobil yang tarifnya relatif terjangkau,” ujar Sumarjono. Menurutnya, Puncak Sakub adalah sebuah gardu pandang yang sengaja dibuat. Dimaksudkan agar para wisatawan dapat menyaksikan pandangan luas, bebas dan selepas mata memandang tampak kehijauan hamparan tanaman teh yang berada di bawah gardu tersebut. Berada di Puncak Sakub, kita seolah berada di atas awan dan sangat dekat dengan langit. Hamparan pemandangan barisan bukit perkebunan Kaligua yang menyembul, dapat dilihat secara jelas laksana BH ibu berwarna biru dengan rajutan benang jahit dari barisan tanaman teh. Angin yang berderai mengibarkan helai-helai rambut, berhembus menyejukan. Di ketinggian Puncak Sakub, gumpalan awan berarak saling berseliweran di antara mega gumawan. Sementara daerah-daerah seperti kawasan pantura, dan pantai selatan, tampak elok berderai-derai seperti kerlip butiran pasir putih dalam balutan cahaya matahari. Sungguh menajubkan! Mari sejenak kita turun dari Puncak Sakub, coba masuki lorong-lorong Goa Jepang, di batok kepala kita mungkin bakal bertanya-tanya berapa ratus nyawa manusia yang kala itu menjadi tumbah atas pembangunan Goa Jepang? “Tujuan pengunjung ke daerah Kaliguan, selain pendakian ke Puncak Sakub, paling utama adalah mengunjungi Goa Jepang. Rasanya sia-sia dan belum sempurna jika para wisatawan belum masuk ke dalam Goa Jepang,” ujar Sumarjono. Menurutnya, Goa Jepang konon dibuat pada saat pendudukan serdadu Nippon atas daerah republik. Goa itu semula direncanakan sebagai tempat persembunyian, pelindungan, penyimpanan senjata, dan sekaligus gudang makanan. Namun karena pada saat itu Hirosima dan Nagasaki di bom atom oleh tentara sekutu, goa tersebut akhirnya ditinggalkan dengan begitu saja oleh balatentara Jepang. Berada di dalam goa, para pengunjung bakal dicekam dalam kekaguman. Lorong-lorong goa begitu panjang dan banyak sekali ruang kamar yang bisa menjebak dan menyesatkan. Pengunjung seperti dihadapakan di tengah-tengah labirin, sungguh membingungkan. Oleh karena itu, memasuki lokasi Goa Jepang dibutuhkan jasa dari bantuan seorang pemandu. “Untuk tarif pemandu, relatif murah dan bisa dijangkau,” katanya. Ada satu lokasi yang tidak bisa dilewatkan begitu saja ketika sudah terlanjur mengunjungi Kaligua. Sempatkan diri berkunjung ke lokasi Tuk Bening. Tempat ini terletak di ketinggian 1000 meter dpl, merupakan sumber mata air utama bagi Kebun Teh Kaligua. Dengan debit air yang cukup besar itu, sumber mata air tersebut digunakan untuk menggerakkan kincir atau trubin sebagai pembangkit listrik sebagai pengolahan produksi. Disamping itu, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan air di sekitar empalsement. “Berdasarkan hasil pengujian dari Sucofindo, Semarang, air dari Tuk Bening ini layak untuk langsung diminum seperti air mineral lainnya yang sudah beredar di pasaran” tutur Sumarjono. Selain Goa Jepang, ada lokasi yang namanya Goa Barat atau Goa Angin yang bisa dikunjungi pula.Goa Barat, tutur Sumarjono lebih lanjut, merupakan goa alami dimana goa tersebut pada mulutnya terbentuk dari tatanan bebatuan besar yang ada celahnya. Dari celah-celah itu mengeluarkan semilir angin berhembus yang membuat pengunjung semakin bertambah sejuk bila berada di mulut Goa Barat. “Goa Barat sering digunakan untuk tempat semedi karena di sekitar goa konon masih manyak nilai-nilai mistisnya,” katanya. Adu Nyali Mengunjungi Kaligua tentu bukan cuma itu yang didapat. Ada yang menarik, mendebarkan namun mengasyikan. Semua itu disajikan demi memenuhi kepuasan pengunjung, khususnya bagi para wisatawan yang suka akan tantangan. Apakah itu? Tak lain adalah arena permainan Outbond Game. “Outbond Game ini merupakan permainan penuh tantangan dan adu nyali, namun mengasyikan. Di antara permainan itu ada titian di atas samudera, jembatan goyang, jaring laba-laba, bom remover, luncuran dan lain sebagainya,” ujar Sumarjono. Ditambahkan, sebagai penunjang wisatawan agro disediakan pula home stay atau penginapan, gedung pertemuan, balai pengobatan, lapangan tennis, meja billyar, lapangan sepak bola, album lokasi di loket masuk, dan kafe flamboyant (LS)

Sejarah Wisata Agro Kebun Teh Kaligua

SEJARAH berdirinya Wisata argo Kebun Teh Kaligua cukup panjang. Kebun ini terletak di antara 108,30’ – 109,30’ bujur timur dan 6,30’-7,30’ Lintang Selatan. Memiliki topografi landai, miring sampai berbukit-bukit dengan suhu udara minimum 2º C, dan suhu udara maksimum 31º C. Sedang suhu udara rata-rata 18ºC, dengan curah hujan cukup tinggi. Kebun Kaligua berada di daerah pegunungan dengan ketinggian berkisar 1500 – 2050 meter dpl. Beriklim lembab dengan kelembaban sekitar 70-90%. Jenis tanah andosol yang mudah menyerap air dengan keasaman tanah (PH) normal 4,5 sampai 5,5. Perkebunan tersebut merupakan warisan Pemerintahan Kolonial Belanda, konon didirikan tahun 1879 oleh NV Cultur Onderneming di Negeri Nederlaln, Belanda untuk perwakilan di Indonesia dengan ditunjuk Fan John Pletnu & CO yang berkedudukan di Batavia Jakarta. Setelah perkebunan tersebut berhasil didirikan pada tahun 1889, Van De Jong berhasil pula mendirikan pabrik teh, terletak di lereng sebelah barat kaki gunung Slamet. Pabrik ini langsung sebagai tempat memproses hasil perkebunan menjadi teh hitam. Ada peristiwa kesenian yang menarik dan tak bisa dilupakan terkait dengan adanya kesenian ronggeng. Karena jasanya para pelaku kesenian tersebut, sampai kini kesenian ronggeng tetap menjadi ikon kesenian di daerah wisataagro Kaligua. Peristiwanya adalah saat pembangunan pabrik itu berlangsung di tahun 1901, para pekerja membawa ketel uap dan mesin pengolahan lainnya. Mereka menempuh perjalanan sampai 20 hari dari Paguyangan menuju Kaligua. Peralatan berat itu dibawa rombongan pekerja dengan berjalan kaki sepanjang 17 Km melalui bukit-bukit yang tinggi. Selama proses pengangkutan alat-alat, para pekerja dihibur oleh kesenian ronggeng dari Banyumas. Mereka joget dan saling berdendang hingga lenyaplah rasa capai. Hal semacam itu, dilakukan oleh kesenian ronggeng setiap kali mereka beristirahat sampai kemudian tiba di tempat tujuan. Oleh karena jasa-jasa mereka itulah, kesenian ronggeng tidak bakalan dilupakan dari kebiasaan masyarakat pekerja di perkebunan Teh Kaligua. Saban-saban setahun sekali pabrik tersebut memperingati HUT yang jatuh tanggal 1 Juni, agenda pagelaran kesenian ronggeng menjadi bagian acara yang senantiasa ditunggu-tunggu sebagai bentuk penghormatan. Dari waktu ke waktu, perkembangan perkebunan Kaligua terus berkembang. Pergantian nama pengelolaan pun terjadi sesuai dengan situasi dan kondisi. Menurut Surmajono, mulanya pengelolaan kebun Kaligua diambil alih oleh Jepang pada tahun antara 1942-1948. Banyak tanaman teh yang rusak, diganti dengan aneka tanaman pangan. Pada tahun 1951-1957, pengelolaan dikelola oleh sebuah perusahaan swasta dari Tegal, tetapi tidak dirawat karena adanya gangguan keamanan berupa pemberontakan DI/TII. Kemudian pada tahun 1958-1964, dipercayaakan pengelolaannya pada Kodam VII Diponegoro bekerja sama dengan PT. Sidorejo Brebes dengan hasilnya 90 % untuk ekspor dan 10% untuk lokal. Selanjutnya pada tahun 1964-1968, dikelola oleh Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) aneka tanaman yang berkantor pusat di Semarang. Sampai pada tahun 1996, kebun Kaligua digabung dengan kebun Semugih, Kabupaten Pemalang dengan kedudukan kantor adminstrasinya di Semugih. Baru pada tahun 1999 hingga sekarang, dengan dikeluarkannya SK Direksi No. PTPN IX.0/SK/149/1999.SM tanggal 1 Juli 1999, kebun tersebut dipisah kembali dengan kebun Semugih dan pengelolaannya berdiri sendiri dengan pimpinan seorang Administratur. Kini, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia akan pariwisata, obyek wisata milik PTP Nusantara IX itu sedikit demi sedikit mulai dikenal banyak orang. Obyek wisata Kaligua menjadi salah satu tujuan wisatawan yang mengasyikan dan diburu. Maka tak berlebihan jika dalam tiga bulan terakhir ini, lonjakan jumlah pengunjung per bulan rata-rata mencapai 7000 orang. “Peningkatan jumlah pengunjung yang cukup signifikan itu terjadi setelah akses jalan menuju lokasi Kaligua diperbaiki. Jalan dari jalur selatan menuju ke Kaligua sepanjang duabelas kilometer sudah dihotmiks,” tutur Sumarjono. Pada tahun-tahun sebelumnya, kondisi jalan di wilayah menuju Kaligua rusak parah. Akibatnya berdampak pada kunjungan para wisatawan yang ingin menikmati keindahan dan kesejukan udara di obyek wisata agro Kaligua. “Dulu, dalam satu bulan, pengunjung yang berkunjung ke Kaligua, rata-rata kurang dari 5 ribu saja,” katanya mengakhiri obrolan (LS)

OUTBOND GAME - Agus Arisnandar sang sopir, menikmati arena Outbond Game. Di arena ini kerapkali digunakan untuk permainan adu nyali qFoto NP: Lanang Setiawan PEMETIK - Para pemetik teh di hamparan Perkebunan Teh Kaligua (Foto NP: Lanang Setiawan)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

masukan aja ni bro, diedit aja yg tulisannya argo diganti agro. makasi