Masjkuri, Menulis Al Quran Sambil Menangis
BEKAS pegawai Kantor Urusan Agama Kota Tegal, Masjkuri (58), mengisi kegiatan di masa pensiun dengan menulis Alquran dalam ukuran besar. Menurut Masjkuri, melalui karya yang monumental itu dapat membuat hidupnya lebih bermakna. Bahkan setiap menuliskan ayat yang dimengerti maknanya seringkali perasaannya larut dalam asyik mansyuk hingga menangis.
“Dengan karya ini membuat hidup ini punya arti. Dimana saya tidak sekedar bisa membaca, tetapi bisa menulis Alquran. Seringkali ketika menulis ayat yang saya ketahui artinya sampai-sampai saya menangis hingga meneteskan air mata,” kata Masjkuri BA kepada NP, Senin (15/9) di rumahnya di Jalan Panggung Baru nomor 57, Kelurahan Panggung Kota Tegal.
Dijelaskan ayah enam anak itu, ukuran Alquran yang tengah dikerjakan itu 58 kali lipat dari Alquran seukuran buku tulis. Ukuran panjang 160 centimeter dan lebar 110 centimeter. Medianya terbuat dari kertas duplek. Bahan baku ini oleh para tetangganya di Kelurahan Panggung biasa dijadikan duz shuttlecock, tetapi di tangan guru ngaji yang pernah nyantri di Pesantren Syairul Islam Panggung ini dijadikan lembaran (muskhaf)Alquran. Setiap satu halaman terdiri dari dua lembar kertas duplek. Dalam satu lembar terdiri dari dua halaman yang dipasang secara bolak-balik.
Halaman pertama berisi surat Al Fatihah yang ditulis sejak bulan Pebruari 2006. Selama dua tahun, hingga Senin (15/9) 2008, alumnus IAIN Sunan Kalijaga lulusan tahun 1973 ini telah berhasil menyelesaikan sebanyak 22 juz, surat ke 33 (Al Ahzab) ayat 43 dengan jumlah halaman sebanyak 363.
“Setiap satu halaman rata-rata terdiri dari lima belas baris. Setiap satu juz rata-rata terdiri dari delapan halaman,” kata Masjkuri.
Sedangkan lebar margin tulisan di setiap halaman berukuran panjang 130 centimeter, lebar 58 centimeter. Untuk menghindari kesalahan, setiap selesai menulis satu halaman, Masjkuri mengeceknya berulang kali. Kemudian melukiskan bingkai dengan motif batik kotak-kotak.
Setiap satu halaman sekaligus lukisan bingkainya membutuhkan waktu selama satu hari. Sedangkan cepat lambatnya penulisan tergantung kondisi batin. Jika dirinya sedang kurang konsentrasi atau ada pekerjaan lain, maka segera disudahi. Biasanya banyak memanfaatkan waktu tengah malam untuk menulis. “Setelah shalat tahajud dalam suasana hening biasanya waktu yang paling tepat untuk menulis,” aku Masjkuri.
Teknik penulisannya, dia menggunakan spidol besar dengan tinta hitam isi ulang. Setiap huruf demi huruf ditulis secara langsung. Kecuali untuk meluruskan margin kiri agar tulisan lurus serta tidak ada kata yang terpotong, barulah dibuat mal dengan pensil terlebih dulu. “Karena dalam tulisan arab tidak ada pemenggalan kata di akhir tulisan. Setiap kata harus ditulis utuh,” jelas Masjkuri.
Ide awal penulisan Alquran, menurutnya, didasari atas kesadaran pentingnya amal jariyah sebagai warisan terbaik. “Orang hidup bakal mati. Jika harta dan ilmu tidak dimiliki lantas apa yang bakal diwariskan kepada anak cucu?“ ujarnya. Selain itu, lanjut Masjkuri, selama dirinya mengajar Alquran dan fiqih kepada jemaah pengajian, membutuhkan alat peraga berupa Alquran yang mudah dibaca oleh jemaah yang rata-rata sudah lanjut usia.
“Setiap mengajar Alquran banyak jemaah yang kesulitan membaca karena model tulisannya. Lalu saya berinisiatif untuk menulis Alquran dengan khat usmani yang lebih sederhana tetapi mudah dibaca,” papar Masjkuri.
Kendalannya antara lain, seringkali muncul perasaan malas ketika menghadapi surat dan ayat yang panjang-panjang. “Ketika mengerjakan penulisan surat Al Baqarah. Itu beratnya bukan main. Sepertinya aras-arasen. Alhamdulillah berkat pertolongan Allah, mau hari malah bertambah semangat. Mudah-mudahan Ramadhan tahun depan sebanyak 30 juz selesai,” pungkasnya (Hamidin Krazan)
BEKAS pegawai Kantor Urusan Agama Kota Tegal, Masjkuri (58), mengisi kegiatan di masa pensiun dengan menulis Alquran dalam ukuran besar. Menurut Masjkuri, melalui karya yang monumental itu dapat membuat hidupnya lebih bermakna. Bahkan setiap menuliskan ayat yang dimengerti maknanya seringkali perasaannya larut dalam asyik mansyuk hingga menangis.
“Dengan karya ini membuat hidup ini punya arti. Dimana saya tidak sekedar bisa membaca, tetapi bisa menulis Alquran. Seringkali ketika menulis ayat yang saya ketahui artinya sampai-sampai saya menangis hingga meneteskan air mata,” kata Masjkuri BA kepada NP, Senin (15/9) di rumahnya di Jalan Panggung Baru nomor 57, Kelurahan Panggung Kota Tegal.
Dijelaskan ayah enam anak itu, ukuran Alquran yang tengah dikerjakan itu 58 kali lipat dari Alquran seukuran buku tulis. Ukuran panjang 160 centimeter dan lebar 110 centimeter. Medianya terbuat dari kertas duplek. Bahan baku ini oleh para tetangganya di Kelurahan Panggung biasa dijadikan duz shuttlecock, tetapi di tangan guru ngaji yang pernah nyantri di Pesantren Syairul Islam Panggung ini dijadikan lembaran (muskhaf)Alquran. Setiap satu halaman terdiri dari dua lembar kertas duplek. Dalam satu lembar terdiri dari dua halaman yang dipasang secara bolak-balik.
Halaman pertama berisi surat Al Fatihah yang ditulis sejak bulan Pebruari 2006. Selama dua tahun, hingga Senin (15/9) 2008, alumnus IAIN Sunan Kalijaga lulusan tahun 1973 ini telah berhasil menyelesaikan sebanyak 22 juz, surat ke 33 (Al Ahzab) ayat 43 dengan jumlah halaman sebanyak 363.
“Setiap satu halaman rata-rata terdiri dari lima belas baris. Setiap satu juz rata-rata terdiri dari delapan halaman,” kata Masjkuri.
Sedangkan lebar margin tulisan di setiap halaman berukuran panjang 130 centimeter, lebar 58 centimeter. Untuk menghindari kesalahan, setiap selesai menulis satu halaman, Masjkuri mengeceknya berulang kali. Kemudian melukiskan bingkai dengan motif batik kotak-kotak.
Setiap satu halaman sekaligus lukisan bingkainya membutuhkan waktu selama satu hari. Sedangkan cepat lambatnya penulisan tergantung kondisi batin. Jika dirinya sedang kurang konsentrasi atau ada pekerjaan lain, maka segera disudahi. Biasanya banyak memanfaatkan waktu tengah malam untuk menulis. “Setelah shalat tahajud dalam suasana hening biasanya waktu yang paling tepat untuk menulis,” aku Masjkuri.
Teknik penulisannya, dia menggunakan spidol besar dengan tinta hitam isi ulang. Setiap huruf demi huruf ditulis secara langsung. Kecuali untuk meluruskan margin kiri agar tulisan lurus serta tidak ada kata yang terpotong, barulah dibuat mal dengan pensil terlebih dulu. “Karena dalam tulisan arab tidak ada pemenggalan kata di akhir tulisan. Setiap kata harus ditulis utuh,” jelas Masjkuri.
Ide awal penulisan Alquran, menurutnya, didasari atas kesadaran pentingnya amal jariyah sebagai warisan terbaik. “Orang hidup bakal mati. Jika harta dan ilmu tidak dimiliki lantas apa yang bakal diwariskan kepada anak cucu?“ ujarnya. Selain itu, lanjut Masjkuri, selama dirinya mengajar Alquran dan fiqih kepada jemaah pengajian, membutuhkan alat peraga berupa Alquran yang mudah dibaca oleh jemaah yang rata-rata sudah lanjut usia.
“Setiap mengajar Alquran banyak jemaah yang kesulitan membaca karena model tulisannya. Lalu saya berinisiatif untuk menulis Alquran dengan khat usmani yang lebih sederhana tetapi mudah dibaca,” papar Masjkuri.
Kendalannya antara lain, seringkali muncul perasaan malas ketika menghadapi surat dan ayat yang panjang-panjang. “Ketika mengerjakan penulisan surat Al Baqarah. Itu beratnya bukan main. Sepertinya aras-arasen. Alhamdulillah berkat pertolongan Allah, mau hari malah bertambah semangat. Mudah-mudahan Ramadhan tahun depan sebanyak 30 juz selesai,” pungkasnya (Hamidin Krazan)
Keterangan Gambar: Lanang Setiawan sedang nampang di depan Al Quran tulisan tangan karya Masjkuri, Warga Panggung Baru, Kota Tegal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar