Gurat Wangku Rindu Berkarya
KONDISI kesehatan dan ekonomi yang kian rapuh, membuat sang seniman seperti Gurat Wangku AN (73) rindu juga akan berkarya. Bahkan terhadap hasil karya orang lain, Gurat merindukan jua.
Gurat Wangku kelahiran Tegal 14 Juni 1935, dikenal sebagai seorang penyair. Tapi belakangan ia dikenal pula sebagai pematung dan lukis. Banyak sudah hasil karya patung maupun lukisanya tersebar di mana-mana. Termasuk juga karya puisinya yang terhimpun dalam antologi puisi ‘Juadah Pasar’ yang diterbitkan oleh Jurnal TEGAL TEGAL September 2001 dengan editor Lanang Setiawan.
Nasori, demikian panggilan akrabnya, memiliki darah seni sejak ia duduk di bangku SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) atau setara dengan SMP di Yogyakarta tahun 1951. Kemudian melanjutkan ke SMA Ekonomi di Yogyakarta dan belajar Akademi Seni Drama dan Film (ASTDRAFI).
Meskipun tidak direstui oleh orang tuanya, Nasori secara diam-diam bergabung dengan Seniman Indonesia Muda (SIM) Yogyakarta dari tahun 1954-1956. Bersama para seniman yang tergabung pada SIM, Nasori belajar seni patung dan seni lukis. Sedangkan di ASDRAFI ia memilih mengambil jurusan akting dan penulisan skenario.
Selama dua tahun di sanggar SIM Jalan Bangirejo Yogyakarta dan gagasan menjadi penulis skenario dan akting kandas. Akhirnya pada tahun 1958, bersama tiga orang rekannya Mardian (almarhum), Purwanto Yapung, dan Broto hijrah ke Jakarta bergabung di Galeri seni rupa ”Matahari” Jalan Blora Jakarta. Beberapa tahun kemudia mendapat order dari Pemerintah untuk membuat Museum Sejarah Tugu Nasional yang diperagakan dengan boneka dibuat mulai pra sejarah hingga Agustus 1965 di Monumen Nasional (Monas) Pimpinan Ir Soekarno
Tahun 1979 kembali ke kampung halamannya Jalan Kardinah (sekarang Jalan KS Tubun) Kota Tegal. ”Patung Wanita” yang berada di Kantor Pajak Jalan Kolonel Sugiono Kota Tegal merupakan hasil karya seni patung terakhir Nasori yang dibuat tahun1981. Begitu juga “Prasasti Batu” yang terletak di Bumi Perkemahaan Desa Sumiarsih Bojong Kabupaten Tegal karya monumental dia.
Kini ia tinggal di Jalan Kaliandra Nomor 5 RT 1 RW 3 Mejasem Barat, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal bersama kedua putra-putrinya Hulam Safaq (27) dan Qurotul Aeni (24) dari hasil perkawinannya dengan Sukinah. Di masa senjanya, Nasori masih berharap bisa berkencimpung dan berkarya kembali bersama rekan seniman Tegal lainnya.
KONDISI kesehatan dan ekonomi yang kian rapuh, membuat sang seniman seperti Gurat Wangku AN (73) rindu juga akan berkarya. Bahkan terhadap hasil karya orang lain, Gurat merindukan jua.
Gurat Wangku kelahiran Tegal 14 Juni 1935, dikenal sebagai seorang penyair. Tapi belakangan ia dikenal pula sebagai pematung dan lukis. Banyak sudah hasil karya patung maupun lukisanya tersebar di mana-mana. Termasuk juga karya puisinya yang terhimpun dalam antologi puisi ‘Juadah Pasar’ yang diterbitkan oleh Jurnal TEGAL TEGAL September 2001 dengan editor Lanang Setiawan.
Nasori, demikian panggilan akrabnya, memiliki darah seni sejak ia duduk di bangku SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) atau setara dengan SMP di Yogyakarta tahun 1951. Kemudian melanjutkan ke SMA Ekonomi di Yogyakarta dan belajar Akademi Seni Drama dan Film (ASTDRAFI).
Meskipun tidak direstui oleh orang tuanya, Nasori secara diam-diam bergabung dengan Seniman Indonesia Muda (SIM) Yogyakarta dari tahun 1954-1956. Bersama para seniman yang tergabung pada SIM, Nasori belajar seni patung dan seni lukis. Sedangkan di ASDRAFI ia memilih mengambil jurusan akting dan penulisan skenario.
Selama dua tahun di sanggar SIM Jalan Bangirejo Yogyakarta dan gagasan menjadi penulis skenario dan akting kandas. Akhirnya pada tahun 1958, bersama tiga orang rekannya Mardian (almarhum), Purwanto Yapung, dan Broto hijrah ke Jakarta bergabung di Galeri seni rupa ”Matahari” Jalan Blora Jakarta. Beberapa tahun kemudia mendapat order dari Pemerintah untuk membuat Museum Sejarah Tugu Nasional yang diperagakan dengan boneka dibuat mulai pra sejarah hingga Agustus 1965 di Monumen Nasional (Monas) Pimpinan Ir Soekarno
Tahun 1979 kembali ke kampung halamannya Jalan Kardinah (sekarang Jalan KS Tubun) Kota Tegal. ”Patung Wanita” yang berada di Kantor Pajak Jalan Kolonel Sugiono Kota Tegal merupakan hasil karya seni patung terakhir Nasori yang dibuat tahun1981. Begitu juga “Prasasti Batu” yang terletak di Bumi Perkemahaan Desa Sumiarsih Bojong Kabupaten Tegal karya monumental dia.
Kini ia tinggal di Jalan Kaliandra Nomor 5 RT 1 RW 3 Mejasem Barat, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal bersama kedua putra-putrinya Hulam Safaq (27) dan Qurotul Aeni (24) dari hasil perkawinannya dengan Sukinah. Di masa senjanya, Nasori masih berharap bisa berkencimpung dan berkarya kembali bersama rekan seniman Tegal lainnya.
Sajak-sajak Gurat Wangku
Tonggak
Pada kanvas orang bilang
tonggak patut diturunkan
Wakijan! Kokok ayam masih
terdengar
juga yang tidak bisa kita
pagut
Akh! Apa sebab entah
pada kanvas orang bilang
tonggak patut diturunkan
1955
Ditunggu Kereta Api
Subuh berlabuh
jelas-jelas
aku ditunggu
kereta api di tugu
dan dua semata yang dilepas
untukku
Akh! Ujung tangan ini basah
apa yang kusentuh?
Apa yang kusentuh?
Yogya 1955
Tidak ada komentar:
Posting Komentar