Editor Novel Pengendara Badai: Dr Maufur
PB Rujukan Tentang Informasi
PB Rujukan Tentang Informasi
Budaya dan Bahasa Tegalan
ISI dari pesan informasi di dalam novel Pengendara Badai (PB) karya Lanang Setiawan menurut Dr Maufur, kaya akan makna. Sehingga menurutnya, novel PB perlu dihidangkan kepada masyarakat secara istimewa termasuk dalam kemasan cetakannya. Alasanya, di dalamnya terdapat pelajaran-pelajaran yang syarat makna dari pengalaman yang ditulis dengan gaya yang sangat berbeda dibanding berbagai buku yang pernah dibacanya. Ada istilah, ‘pengalaman adalah pelajaran yang sangat berharga’. Setidaknya, menurutnya, isinya mewakili ungkapan itu. Bagaimana hal itu menjadi salah satu ketertarikan mantan Walikota Tegal ini sampai tertarik untuk menelaah kemudian bersedia menjadi editor sekaligus menerbitkannya? Berikut Wawancara wartawan Nirmala Post Hamidin Krazan dengan editor novel PB yang kini sebagai Lector Kepala FKPI di Universitas Panca Sakti (UPS) Tegal, Dr Maufur, simak petikannya:
Novel dengan setting budaya lokal menjadi trend, begitu jugakah dalam PB?
Meski yang diangkat lebih pada aspek kewilayahan Tegal dan sekitarnya, namun hal yang perlu diingat bahwa budaya lokal merupakan suatu bagian dari NKRI, yang merupakan satu kesatuan. Memang agak terasa di masyarakat yang multicultural, padahal sebelumnya sudah banyak diungkap tema kelokalan dalam banyak literatur. Jika belakangan ada semacam trend penulisan fiksi atau non fiksi dengan mengangkat obyek – obyek yang bermuatan lokal, hal itu tidak lepas dari situasi dan kondisi yang ada saat ini. Dimana jika setiap ada pergolakan antar etnis, rujukan itu digunakan sebagai acuan untuk merekatkan kembali budaya nasional.
Ini bukan kali pertama, sebelumnya pernah juga Anda menerbitkan sejumlah buku, lantas apa yang khas dari novel PB?
Dari sejumlah buku yang dibuat sebelumnya, lebih bersifat informatif. Sedangkan buku ini, selain syarat makna, juga isinya sangat menyentuh.
Bisa dijelaskan lebih rinci?
Semula saya belum dapat menentukan arah pesan isi yang disajikan penulis, karena saya pahami semacam bungai rampai. Tetapi setelah dicermati, tergambar jelas merupakan pengungkapan pengalamannya yang ditulis dengan gaya yang sangat berbeda dibanding berbagai buku yang pernah saya baca. Setelah mengalami berbagai penyempurnaan, jadi nampak jelaslah, buku ini ada alur sebagai konsekuensi untuk mempetahankan dan memperjuangkan budaya tegalan.
Kontribusi apa yang bisa dipetik oleh pembaca novel ini?
Tentu saja saya meyakini para pembaca akan mendapat banyak pelajaran yang bermanfaat, khususnya bagi mereka yang pernah atau sedang bersentuhan dengan ungkapan isi buku ini. Lebih-lebih mereka yang mampu menangkap makna di balik yang diungkapkan, sebagaimana Lanang Setiawan mampu menangkap yang lalu lalang dalam kehidupannya. Memang isinya lebih kental dengan persoalan kultural sebagai dasar untuk menjelaskan missinya melalui rangkaian perisiwa yang dipaparkan sebagai dasar kajian. Di dalamnya mengungkap perihal nilai-nilai seperti kejujuran, keluguan, kesetiaan, konsistensi, karakter untuk dijadikan pembelajaran di masa yang akan datang.
Kini tentu sedang proses pracetak, hal apa saja yang tengah dilakukan?
Fungsi edit tentunya bagaimana agar setiap bagian itu menjadi satu kesatuan sehingga tidak lepas dari tema inti. Novel ini sebagai catatan pertama karena merupakan sebuah ‘proses menjadi’. Tidak mudah untuk menulis dengan lengkap sebuah rentetan kejadian dari sekian kurun waktu tertentu secara detail, bahkan pada tingkat pembuatan desertasipun seringkali tidak selengkap ini.
Prospek ke depan bagaimana?
Makanya dalam sub judul disebut Ensi Budaya dan Bahasa Tegalan, agar bagaimana dari literatur ini nantinya menjadi rujukan bagi pencari informasi yang berkaitan dengan itu.
Alasan Anda begitu intens membidani penerbitan buku?
Prinsip dasar, saya suka mendukung hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
Tentu harus diawali dari sebuah pengalaman kemudian meningkat menjadi pengetahuan. Dan untuk menjadi ilmu pengetahuan tentu ada sistematikanya.
Kini buku apa saja yang Anda tulis dan sedang dalam proses penerbitan?
Sejumlah buku baik yang semula berbentuk diktat kemudian kini sedang proses cetak yakni; Perilaku, Salah Kaprah, Pendidikan Transformatif Kemandirian, sedangkan yang sudah terbit meliputi; Filsafat Ilmu, Konseling Agama, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Sekolah, Landasan Kependidikan.
ISI dari pesan informasi di dalam novel Pengendara Badai (PB) karya Lanang Setiawan menurut Dr Maufur, kaya akan makna. Sehingga menurutnya, novel PB perlu dihidangkan kepada masyarakat secara istimewa termasuk dalam kemasan cetakannya. Alasanya, di dalamnya terdapat pelajaran-pelajaran yang syarat makna dari pengalaman yang ditulis dengan gaya yang sangat berbeda dibanding berbagai buku yang pernah dibacanya. Ada istilah, ‘pengalaman adalah pelajaran yang sangat berharga’. Setidaknya, menurutnya, isinya mewakili ungkapan itu. Bagaimana hal itu menjadi salah satu ketertarikan mantan Walikota Tegal ini sampai tertarik untuk menelaah kemudian bersedia menjadi editor sekaligus menerbitkannya? Berikut Wawancara wartawan Nirmala Post Hamidin Krazan dengan editor novel PB yang kini sebagai Lector Kepala FKPI di Universitas Panca Sakti (UPS) Tegal, Dr Maufur, simak petikannya:
Novel dengan setting budaya lokal menjadi trend, begitu jugakah dalam PB?
Meski yang diangkat lebih pada aspek kewilayahan Tegal dan sekitarnya, namun hal yang perlu diingat bahwa budaya lokal merupakan suatu bagian dari NKRI, yang merupakan satu kesatuan. Memang agak terasa di masyarakat yang multicultural, padahal sebelumnya sudah banyak diungkap tema kelokalan dalam banyak literatur. Jika belakangan ada semacam trend penulisan fiksi atau non fiksi dengan mengangkat obyek – obyek yang bermuatan lokal, hal itu tidak lepas dari situasi dan kondisi yang ada saat ini. Dimana jika setiap ada pergolakan antar etnis, rujukan itu digunakan sebagai acuan untuk merekatkan kembali budaya nasional.
Ini bukan kali pertama, sebelumnya pernah juga Anda menerbitkan sejumlah buku, lantas apa yang khas dari novel PB?
Dari sejumlah buku yang dibuat sebelumnya, lebih bersifat informatif. Sedangkan buku ini, selain syarat makna, juga isinya sangat menyentuh.
Bisa dijelaskan lebih rinci?
Semula saya belum dapat menentukan arah pesan isi yang disajikan penulis, karena saya pahami semacam bungai rampai. Tetapi setelah dicermati, tergambar jelas merupakan pengungkapan pengalamannya yang ditulis dengan gaya yang sangat berbeda dibanding berbagai buku yang pernah saya baca. Setelah mengalami berbagai penyempurnaan, jadi nampak jelaslah, buku ini ada alur sebagai konsekuensi untuk mempetahankan dan memperjuangkan budaya tegalan.
Kontribusi apa yang bisa dipetik oleh pembaca novel ini?
Tentu saja saya meyakini para pembaca akan mendapat banyak pelajaran yang bermanfaat, khususnya bagi mereka yang pernah atau sedang bersentuhan dengan ungkapan isi buku ini. Lebih-lebih mereka yang mampu menangkap makna di balik yang diungkapkan, sebagaimana Lanang Setiawan mampu menangkap yang lalu lalang dalam kehidupannya. Memang isinya lebih kental dengan persoalan kultural sebagai dasar untuk menjelaskan missinya melalui rangkaian perisiwa yang dipaparkan sebagai dasar kajian. Di dalamnya mengungkap perihal nilai-nilai seperti kejujuran, keluguan, kesetiaan, konsistensi, karakter untuk dijadikan pembelajaran di masa yang akan datang.
Kini tentu sedang proses pracetak, hal apa saja yang tengah dilakukan?
Fungsi edit tentunya bagaimana agar setiap bagian itu menjadi satu kesatuan sehingga tidak lepas dari tema inti. Novel ini sebagai catatan pertama karena merupakan sebuah ‘proses menjadi’. Tidak mudah untuk menulis dengan lengkap sebuah rentetan kejadian dari sekian kurun waktu tertentu secara detail, bahkan pada tingkat pembuatan desertasipun seringkali tidak selengkap ini.
Prospek ke depan bagaimana?
Makanya dalam sub judul disebut Ensi Budaya dan Bahasa Tegalan, agar bagaimana dari literatur ini nantinya menjadi rujukan bagi pencari informasi yang berkaitan dengan itu.
Alasan Anda begitu intens membidani penerbitan buku?
Prinsip dasar, saya suka mendukung hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
Tentu harus diawali dari sebuah pengalaman kemudian meningkat menjadi pengetahuan. Dan untuk menjadi ilmu pengetahuan tentu ada sistematikanya.
Kini buku apa saja yang Anda tulis dan sedang dalam proses penerbitan?
Sejumlah buku baik yang semula berbentuk diktat kemudian kini sedang proses cetak yakni; Perilaku, Salah Kaprah, Pendidikan Transformatif Kemandirian, sedangkan yang sudah terbit meliputi; Filsafat Ilmu, Konseling Agama, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Sekolah, Landasan Kependidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar