Darmanto Manardi, Bangga dengan Sastra Tegalan
ORANG Tegal adalah masyarakat kreatif dengan segala sepak terjangnya. Lahirnya Sastra Tegalan yang tiba-tiba mengejutkan para sastrawan nasional merupakan bukti bahwa kehadiran Sastra Tegalan tak bisa dianggap enteng dalam khazanah kesusastraan nasional.
Nonologer Darmanto Manardi mengatakan hal itu kepada harian Nirmala Post beberapa waktu lalu di Tegal, berkaitan dengan gaung Sastra Tegalan yang belakangan semakin bergerak dan meroket.
Menurutnya, sejak gegeran puisi terjemahan tegalan bertajuk ‘Roa’ di tahun 1994, gerakan Sastra Tegalan menjadi pembicaraan menarik setiap kali para pelakunya melakukan lawatan budaya ke berbagai kota besar di Indonesia.
ORANG Tegal adalah masyarakat kreatif dengan segala sepak terjangnya. Lahirnya Sastra Tegalan yang tiba-tiba mengejutkan para sastrawan nasional merupakan bukti bahwa kehadiran Sastra Tegalan tak bisa dianggap enteng dalam khazanah kesusastraan nasional.
Nonologer Darmanto Manardi mengatakan hal itu kepada harian Nirmala Post beberapa waktu lalu di Tegal, berkaitan dengan gaung Sastra Tegalan yang belakangan semakin bergerak dan meroket.
Menurutnya, sejak gegeran puisi terjemahan tegalan bertajuk ‘Roa’ di tahun 1994, gerakan Sastra Tegalan menjadi pembicaraan menarik setiap kali para pelakunya melakukan lawatan budaya ke berbagai kota besar di Indonesia.
“Sebagai sebuah paradigma baru, konsep dan keberlangsungan Sastra Tegalan cukup menyodok. Saya sebagai orang Tegal merasa bangga dengan kehadirannya baik dalam bentuk puisi, pementasan monolog, maupun lewat lagu-lagu Tegalan yang kita dengar,” katanya.
Terhadap keterlibatan para pejabat pada pembacaan-pembacaan puisi Tegalan, Darmanto jadi turut merasa bangga, karena hal itu sebagai kepedulian mereka dalam menjaga kebesaran bahasa lokal jenius yang dipunyai Tegal.
Terhadap keterlibatan para pejabat pada pembacaan-pembacaan puisi Tegalan, Darmanto jadi turut merasa bangga, karena hal itu sebagai kepedulian mereka dalam menjaga kebesaran bahasa lokal jenius yang dipunyai Tegal.
“Itu sebuah kesadaran bahwa bahasa Tegalan mulai mendapat tempat dari mereka,” kata monologer yang sudah ratusan kali memainkan lakon monolog ‘Kasir Kita’ karya Arifin C Noor itu.
Darmanto juga mengaku, selama ini kebesaran nama Tegal sering diidentikan sebagai ‘kota teater’, belum pernah diidentikan sebagai ‘kota sastra nasional’. Tapi belakangan sejak muncul Sastra Tegalan yang digeber kemana-mana, nama Tegal makin populer dengan sebutan kota yang kian sarat dengan ‘sastra tegalan’.
Darmanto juga mengaku, selama ini kebesaran nama Tegal sering diidentikan sebagai ‘kota teater’, belum pernah diidentikan sebagai ‘kota sastra nasional’. Tapi belakangan sejak muncul Sastra Tegalan yang digeber kemana-mana, nama Tegal makin populer dengan sebutan kota yang kian sarat dengan ‘sastra tegalan’.
“Sejak lahirnya kumpulan puisi tegalan dan lawatan budaya dengan mengusung baca puisi tegalan, tak sedikit juga melibatkan para pejabat, sastra tegalan tak bisa ditampik lagi dan Tegal mulai dikenal lewat pergerakan bahasa ibu,” katanya mantap.
Bagi Darmanto, keeksisan Sastra Tegalan hendaknya terus dipacu, karena saat ini Tegal tak lagi dikenal sebagai ‘kota sastra’, atau ‘kota teater’, melainkan memiliki genre baru yang sedang menjadi pembicaraan adalah Sastra Tegalan (LS)
Bagi Darmanto, keeksisan Sastra Tegalan hendaknya terus dipacu, karena saat ini Tegal tak lagi dikenal sebagai ‘kota sastra’, atau ‘kota teater’, melainkan memiliki genre baru yang sedang menjadi pembicaraan adalah Sastra Tegalan (LS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar