MEMUKAU - Tambari Gustam tengah membacakan sajak Tegalannya dengan diiringi sulukan Tegalan oleh Ki Barep. Duet mereka sangat memukau di Gazebo belakan Rumdin Walikota Tegal, Jumat (17/7) (Foto NP: Lanang Setiawan)
Pentas Tegalan
Tiga Seniman Pentolan Tegal
Tiga Seniman Pentolan Tegal
Beraksi di Gazebo Rumdin Walikota Ikmal
TIGA seniman pentolan penggerak budaya di Tegal yang sampai kini tetap teguh dan eksis membesarkan Sastra Tegalan, yakni Dwi Ery Santoso, H. Tambari Gustam, dan Ki Barep, Jumat (17/7) malam lalu bertemu dalam satu hajatan. Pertemuan mereka sangat menarik dan menjadi pemakai Gazebo pertama milik Walikota Tegal yang berada di belakang rumah dinas (rumdin). Hajat yang mereka gelar juga istimewa karena mengusung musik lokal jenius, bukan seperti kelompok musik yang ada dan cuma mengatas namakan tegalan. Tapi kelompok yang ditampilkan pada malam itu, pyur Tegalan dengan irama musik balo-balo. Malam Gendu-gendu Rasa antara Forum Buruh Bersatu dengan Walikota Tegal Ikmal Jaya itu, makin bernas saja karena tiga seniman Tegal itu berkolaborasi dengan kelompok Musik Wayang Sastra Tegalan Balo-balo (MWSTB). Kelompok musik fenomenal pimpinan H. Tambari Gustam ini, menjadi barometer kesenian Tegalan, dengan mengedepankan aset budaya Tegalan seperti puisi, wangsalan, dan juga sulukan.
Pada malam pementasan, MWSTB membuka pertunjukannya dengan satu nomor Ponggol Setan. Sekonyong-konyong suasana jadi terbawa ke suasana purba. Bunyi rebana jawa dan alunan nada yang diciptakan, mewakili aura kesenyapan tapi terkadang ada guyon yang terselip. Beberapa lagu bernuansa pesisiran mengalun membawa pengunjung dipelantingkan ke sesuatu yang sepi tapi ditudungi religi. Lebih lagi ketika kemudian tampil Penyair Tegalan Dwi Ery Santoso membawakan sajak Tegalannya berjudul Tambah Dina Tambah Kerja, dengan perpaduan iringan sulukan Tegalan oleh Ki Barep. Duet antara Penyair Tegalan dan Dalang Wayang Tegalan dan rock ini, membuat suasana semakin diliputi kepurbaan dan keheningan, namun asyik dirasakan oleh penonton sepanjang mereka menyuguhkan penampilannya dengan keseriusan yang sungguh. Pencapaian puncak yang ditawarkan duet dua pentolan itu, sungguh mampu menenggelamkan para penonon pada suasana ketentraman dan memukau.
Tak kalah memukaunya, tampil menarik Tambari Gustam dengan menyalakan sajak tegalan berjudul Tulung Nyong Diajari. Sajak yang diambil dari Kumpulan ‘Ngranggèh Katuranggan’ itu, tak hanya dibawakan dengan ledakan vokalnya yang mampu menyepikan suasana, namun kuasa pula menyobek kesunyian, karena Tambari piawai neyihir massa dengan iringan musik balo-balo. Dipadu jua dengan sulukan Tegalan Ki Barep, tak kalah mengharmoniskan antara letupan atau kenestapaan syair-syair yang dibawakan Tambari, sungguh menjadikan duet mereka begitu klop dan tanpa banding. Mereka piawai memainkan perasaan penonton, ketika harus pedih, orang merasakan kepedihan, sebaliknya ketika suasana perlawanan dibangun, para penonton tergeriap seperti masuk dalam makna syair. Hal itu seperti ketika Pentolan Penyair Tegalan Dwi Ery membacakan sajak Tegalannya berjudul Cemloroting Lintang Ndaru Sajeroning Pekarangan Umah, bangunan ritmis kepedihan, kesenyapan, kepiluan, dan religinya kuasa diketengahkan oleh Ery, dan Barep yang malam itu mengiringi pembacaan puisi dengan sulukan. Tak berlebihan jika pementasan kali ini menjadi puncak perhelatan kesenian yang sulit ditandingi oleh momen pagelaran kesenian yang lainnya.
TIGA seniman pentolan penggerak budaya di Tegal yang sampai kini tetap teguh dan eksis membesarkan Sastra Tegalan, yakni Dwi Ery Santoso, H. Tambari Gustam, dan Ki Barep, Jumat (17/7) malam lalu bertemu dalam satu hajatan. Pertemuan mereka sangat menarik dan menjadi pemakai Gazebo pertama milik Walikota Tegal yang berada di belakang rumah dinas (rumdin). Hajat yang mereka gelar juga istimewa karena mengusung musik lokal jenius, bukan seperti kelompok musik yang ada dan cuma mengatas namakan tegalan. Tapi kelompok yang ditampilkan pada malam itu, pyur Tegalan dengan irama musik balo-balo. Malam Gendu-gendu Rasa antara Forum Buruh Bersatu dengan Walikota Tegal Ikmal Jaya itu, makin bernas saja karena tiga seniman Tegal itu berkolaborasi dengan kelompok Musik Wayang Sastra Tegalan Balo-balo (MWSTB). Kelompok musik fenomenal pimpinan H. Tambari Gustam ini, menjadi barometer kesenian Tegalan, dengan mengedepankan aset budaya Tegalan seperti puisi, wangsalan, dan juga sulukan.
Pada malam pementasan, MWSTB membuka pertunjukannya dengan satu nomor Ponggol Setan. Sekonyong-konyong suasana jadi terbawa ke suasana purba. Bunyi rebana jawa dan alunan nada yang diciptakan, mewakili aura kesenyapan tapi terkadang ada guyon yang terselip. Beberapa lagu bernuansa pesisiran mengalun membawa pengunjung dipelantingkan ke sesuatu yang sepi tapi ditudungi religi. Lebih lagi ketika kemudian tampil Penyair Tegalan Dwi Ery Santoso membawakan sajak Tegalannya berjudul Tambah Dina Tambah Kerja, dengan perpaduan iringan sulukan Tegalan oleh Ki Barep. Duet antara Penyair Tegalan dan Dalang Wayang Tegalan dan rock ini, membuat suasana semakin diliputi kepurbaan dan keheningan, namun asyik dirasakan oleh penonton sepanjang mereka menyuguhkan penampilannya dengan keseriusan yang sungguh. Pencapaian puncak yang ditawarkan duet dua pentolan itu, sungguh mampu menenggelamkan para penonon pada suasana ketentraman dan memukau.
Tak kalah memukaunya, tampil menarik Tambari Gustam dengan menyalakan sajak tegalan berjudul Tulung Nyong Diajari. Sajak yang diambil dari Kumpulan ‘Ngranggèh Katuranggan’ itu, tak hanya dibawakan dengan ledakan vokalnya yang mampu menyepikan suasana, namun kuasa pula menyobek kesunyian, karena Tambari piawai neyihir massa dengan iringan musik balo-balo. Dipadu jua dengan sulukan Tegalan Ki Barep, tak kalah mengharmoniskan antara letupan atau kenestapaan syair-syair yang dibawakan Tambari, sungguh menjadikan duet mereka begitu klop dan tanpa banding. Mereka piawai memainkan perasaan penonton, ketika harus pedih, orang merasakan kepedihan, sebaliknya ketika suasana perlawanan dibangun, para penonton tergeriap seperti masuk dalam makna syair. Hal itu seperti ketika Pentolan Penyair Tegalan Dwi Ery membacakan sajak Tegalannya berjudul Cemloroting Lintang Ndaru Sajeroning Pekarangan Umah, bangunan ritmis kepedihan, kesenyapan, kepiluan, dan religinya kuasa diketengahkan oleh Ery, dan Barep yang malam itu mengiringi pembacaan puisi dengan sulukan. Tak berlebihan jika pementasan kali ini menjadi puncak perhelatan kesenian yang sulit ditandingi oleh momen pagelaran kesenian yang lainnya.
“Saya mrinding kalau mas Ery baca puisi tegalan. PuisinĂ© nyersep nunjem nang ati,” puji Walikota Ikmal yang malam itu menerima bingkisan sajak dari Ery, dan dua bingkisan buku karya Tambari Gustam.
Selain pembacaan sajak, dan jocke-jocke wangsalan Tegalan, beberapa sajian hiburan yang ditampilkan malam itu yakni atraksi sulap dari Komunitas Pesulap Tegal oleh Leon, Agus Bendrat dan lainnya (LS)
Selain pembacaan sajak, dan jocke-jocke wangsalan Tegalan, beberapa sajian hiburan yang ditampilkan malam itu yakni atraksi sulap dari Komunitas Pesulap Tegal oleh Leon, Agus Bendrat dan lainnya (LS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar