Novel
Pengembara Badai
Punya Power
MESKI masih dalam bentuk manuskirp, novel Pengembara Badai (PB) yang ditulis oleh Lanang Setiawan sudah merebak dibaca kalangan seniman dan sastrawan Tegal. novel panjang tersebut mengisahkan perjalanan hidup penulis dalam proses kesenimanannya bersama para dedengkot pekerja seni Tegal, mulai dari era 70-an hingga sekarang.
Dalam sub judul, sebuah Ensiklopedi Gerakan Tegalan mengindikasikan isi dari novel setebal 300-an halaman tersebut. Boleh dikata novelnya itu juga sebagai literature kesenian di Tegal.
“Novel PB bagus, bahasa lugas tapi indah, penggambaran tokoh-tokohnya sederhana, tapi pas, baik karakter, situasi saat itu. Cukup hidup, humoris. Aku suka gaya dengan bahasa Tegalan, mewakili kedaerahan, terus dan tingkatkan biar orang-orang Tegal sendiri menjadi cinta pada bahasa dan logat sendiri,” komentar pelukis asal Jatibarang, Brebes, H Hasan Bisri, Kamis (5/6).
Tampaknya, penulis cukup terinspirasi oleh novel Laskar Pelangi karya Andea Hirata, yang mengambil setting kedaerahan Bangka Belitung serta memoar pengalaman hidupnya semasa kecil hingga dewasa. Lanang yang memiliki latar belakang sebagai seniman merasa wajib untuk mengabadikan moment-momonet penting jejak seni di Tegal untuk dibaca orang banyak.
Kurnia Efendi, sastrawan terkemuka Jakarta asal Tegal menilai membaca PB seperti melihat representasi sebuah sejarah yang bergerak. “Terkandung di dalamnya kekuatan dinamika budaya lokal, yang mungkin luput dicatat banyak orang. Sastra dan umumnya kesenian di Tegal, mengisi agenda yang satu saat diperhitungkan secara nasional. PB menjadi novel dokumentatif dengan memperdayakan keunikan bahasa, sebagai lukisan. Sebagai sesame orang Tegal, saya iri pada penulisnya, sekaligus bangga,” tuturnya memalui handphone.
Sementara WS Rendra, budayawan kondang tersebut dalam sebuah sesi wawancara di Yogyakarta baru-baru ini juga merindukan karya sastra yang mengangkat khasanah bahasa daerah. Senyampang dengan itu, PB lebih banyak menggunakan bahasa daerah Tegal, yang ditulis secara lancar dalam dialog maupun narasi cerita (EK)
MESKI masih dalam bentuk manuskirp, novel Pengembara Badai (PB) yang ditulis oleh Lanang Setiawan sudah merebak dibaca kalangan seniman dan sastrawan Tegal. novel panjang tersebut mengisahkan perjalanan hidup penulis dalam proses kesenimanannya bersama para dedengkot pekerja seni Tegal, mulai dari era 70-an hingga sekarang.
Dalam sub judul, sebuah Ensiklopedi Gerakan Tegalan mengindikasikan isi dari novel setebal 300-an halaman tersebut. Boleh dikata novelnya itu juga sebagai literature kesenian di Tegal.
“Novel PB bagus, bahasa lugas tapi indah, penggambaran tokoh-tokohnya sederhana, tapi pas, baik karakter, situasi saat itu. Cukup hidup, humoris. Aku suka gaya dengan bahasa Tegalan, mewakili kedaerahan, terus dan tingkatkan biar orang-orang Tegal sendiri menjadi cinta pada bahasa dan logat sendiri,” komentar pelukis asal Jatibarang, Brebes, H Hasan Bisri, Kamis (5/6).
Tampaknya, penulis cukup terinspirasi oleh novel Laskar Pelangi karya Andea Hirata, yang mengambil setting kedaerahan Bangka Belitung serta memoar pengalaman hidupnya semasa kecil hingga dewasa. Lanang yang memiliki latar belakang sebagai seniman merasa wajib untuk mengabadikan moment-momonet penting jejak seni di Tegal untuk dibaca orang banyak.
Kurnia Efendi, sastrawan terkemuka Jakarta asal Tegal menilai membaca PB seperti melihat representasi sebuah sejarah yang bergerak. “Terkandung di dalamnya kekuatan dinamika budaya lokal, yang mungkin luput dicatat banyak orang. Sastra dan umumnya kesenian di Tegal, mengisi agenda yang satu saat diperhitungkan secara nasional. PB menjadi novel dokumentatif dengan memperdayakan keunikan bahasa, sebagai lukisan. Sebagai sesame orang Tegal, saya iri pada penulisnya, sekaligus bangga,” tuturnya memalui handphone.
Sementara WS Rendra, budayawan kondang tersebut dalam sebuah sesi wawancara di Yogyakarta baru-baru ini juga merindukan karya sastra yang mengangkat khasanah bahasa daerah. Senyampang dengan itu, PB lebih banyak menggunakan bahasa daerah Tegal, yang ditulis secara lancar dalam dialog maupun narasi cerita (EK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar