Kilas Balik Kiprah
Wakil Walikota Dalam Berkesenian
EKSISTENSI Dr. Maufur dalam menapaki dunia kesenian khususnya baca puisi, sudah teruji. Selama dia menjabat sebagai orang nomor dua di Kota Tegal kesuntukan pada dunia yang baru digeluti itu telah memberikan nilai tambah pada kesegaran dan kemajuan baca puisi. Teristimewa lagi, dia menulis dan membaca puisi bukan menggunakan bahasa nasional melainkan justru lebih punya kepedulian terhadap bahasa Tegalan. Sehingga gelora bahasa lokal semakin berkibar dan menjadi sebuah ikon di daerahnya sendiri. Ini sesuatu yang menarik dan baru kali terjadi sepanjang sejarah kepemimpinan di Kota Tegal ada pengggede terjun secara total dalam sastra Tegalan.
“Pak Maufur sudah sepatutnya menjadi suritauladan para pejabat. Sebagai wakil walikota, dia sudi menguri-uri bahasanya sendiri. Bahkan dia tampil bukan hanya di pendapa atau gedung-gedung bergengsi, tapi masuk ke kampung hanya sekadar baca puisi Tegalan pun tak dia tampik. Ini istimewanya dia mau rendah hati,” ujar penyair Tegalan, Dwi Ery Santoso saat mengomentari kesungguhan dia dalam kiprahnya bertegalan ria.
Maufur kali pertama menerjukan diri sebagai pembaca puisi Tegalan ketika di Slerok, ada perayaan HUT ke-17 novelis muda, pada Rabu (14/11/2007). Saat itu dia tampil membacakan butiran sajak Tegalan tanpa canggung di tengah pertunjukan pentas musik KMSWT dan kidungan Dalang Wayang Suket, Slamet Gundono, pembacaan puisi dan monolog oleh para seniman Tegal yang namanya sudah meroket di jagat sastra. Di sebuah lestoran di kawasan Kramat, dia pun kembali tampil dalam acara Baca Puisi Rekor Muri 4 hari 4 malam. Sebelumnya tampil pada pelunculan buku Kilas Balik Pilkada 1004-2009 di Kafe Cosmopolitan bersama para penyair Tegalan. Kemudian pada tanggal (14/12/2008) lalu, tidak tanggung-tanggung halaman rumah dinas dia dipakai untuk hajat perayaan Hari Sastra Tegalan dengan mendatangkan sejumlah seniman, musikus, anggota dewan, Stap Mentri Pendidikan Nasional Tejuh Juwarno. Waktu itu dia tak kalah bersaing melantunkan sajak Tegalannya. Terakhir pada Kamis silam, (12/3) dia kembali membacakan sajaknya pada peluncuran novel Oreg Tegal dan antoloji puisi Tegalan Ngranggèh Katuranggan. “Kehadiran Pak Maufur dalam berbagai pertunjukkan kesenian di Tegal, menunjukan kalau dia itu tidak gila hormat,” tandas Ketua Sorlem, Bontot Sukandar.
Bontot menilai, jabatan wakil walikota yang disandangnya, bukan semata untuk menjauhkan diri dari estetika berkesenian. Dia menjadi cermin bagi para penggede yang nantinya memimpin Tegal. “Plataran rumah dinasnya dipakai untuk ajang kesenian, itu nenegaskan bahwa tempat dinggal bukan semataa miliknya. Tidak semestinya dikekepi dèwèk, dan Pak Maufur telah memberikan suritauladan” pungkas dia yang mengharap pada penggantinya jangan ngganduli rumah dinas laiknya rumah sendiri (*)
KETERANGAN FOTO : - Dengan bersandar pada tiang saka, Wakil Walikota Tegal, Dr. Maufur saat membacakan sebuah puisi Tegalan pada acara peluncuran dua buku, Kamis (12/3/2009) lalu di Pendapa Ki Gede Sebayu (Foto: Lanang Setiawan)
EKSISTENSI Dr. Maufur dalam menapaki dunia kesenian khususnya baca puisi, sudah teruji. Selama dia menjabat sebagai orang nomor dua di Kota Tegal kesuntukan pada dunia yang baru digeluti itu telah memberikan nilai tambah pada kesegaran dan kemajuan baca puisi. Teristimewa lagi, dia menulis dan membaca puisi bukan menggunakan bahasa nasional melainkan justru lebih punya kepedulian terhadap bahasa Tegalan. Sehingga gelora bahasa lokal semakin berkibar dan menjadi sebuah ikon di daerahnya sendiri. Ini sesuatu yang menarik dan baru kali terjadi sepanjang sejarah kepemimpinan di Kota Tegal ada pengggede terjun secara total dalam sastra Tegalan.
“Pak Maufur sudah sepatutnya menjadi suritauladan para pejabat. Sebagai wakil walikota, dia sudi menguri-uri bahasanya sendiri. Bahkan dia tampil bukan hanya di pendapa atau gedung-gedung bergengsi, tapi masuk ke kampung hanya sekadar baca puisi Tegalan pun tak dia tampik. Ini istimewanya dia mau rendah hati,” ujar penyair Tegalan, Dwi Ery Santoso saat mengomentari kesungguhan dia dalam kiprahnya bertegalan ria.
Maufur kali pertama menerjukan diri sebagai pembaca puisi Tegalan ketika di Slerok, ada perayaan HUT ke-17 novelis muda, pada Rabu (14/11/2007). Saat itu dia tampil membacakan butiran sajak Tegalan tanpa canggung di tengah pertunjukan pentas musik KMSWT dan kidungan Dalang Wayang Suket, Slamet Gundono, pembacaan puisi dan monolog oleh para seniman Tegal yang namanya sudah meroket di jagat sastra. Di sebuah lestoran di kawasan Kramat, dia pun kembali tampil dalam acara Baca Puisi Rekor Muri 4 hari 4 malam. Sebelumnya tampil pada pelunculan buku Kilas Balik Pilkada 1004-2009 di Kafe Cosmopolitan bersama para penyair Tegalan. Kemudian pada tanggal (14/12/2008) lalu, tidak tanggung-tanggung halaman rumah dinas dia dipakai untuk hajat perayaan Hari Sastra Tegalan dengan mendatangkan sejumlah seniman, musikus, anggota dewan, Stap Mentri Pendidikan Nasional Tejuh Juwarno. Waktu itu dia tak kalah bersaing melantunkan sajak Tegalannya. Terakhir pada Kamis silam, (12/3) dia kembali membacakan sajaknya pada peluncuran novel Oreg Tegal dan antoloji puisi Tegalan Ngranggèh Katuranggan. “Kehadiran Pak Maufur dalam berbagai pertunjukkan kesenian di Tegal, menunjukan kalau dia itu tidak gila hormat,” tandas Ketua Sorlem, Bontot Sukandar.
Bontot menilai, jabatan wakil walikota yang disandangnya, bukan semata untuk menjauhkan diri dari estetika berkesenian. Dia menjadi cermin bagi para penggede yang nantinya memimpin Tegal. “Plataran rumah dinasnya dipakai untuk ajang kesenian, itu nenegaskan bahwa tempat dinggal bukan semataa miliknya. Tidak semestinya dikekepi dèwèk, dan Pak Maufur telah memberikan suritauladan” pungkas dia yang mengharap pada penggantinya jangan ngganduli rumah dinas laiknya rumah sendiri (*)
KETERANGAN FOTO : - Dengan bersandar pada tiang saka, Wakil Walikota Tegal, Dr. Maufur saat membacakan sebuah puisi Tegalan pada acara peluncuran dua buku, Kamis (12/3/2009) lalu di Pendapa Ki Gede Sebayu (Foto: Lanang Setiawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar