MENINJAU - Mantan Wakil Walikota Tegal Dr. Maufur (tengah) saat meninjau langsung pembuatan film Ikan Sisa-sisa bersama H. Tambari Gustam (paling kiri), penulis naskah Yono Daryono, dan dua tamunya dari Bandung, Sabtu (01/8) siang di TPI Jongor (Foto : Lanang Setiawan)
Mantan Wakil Walikota Tegal
Tilik Syuting ‘Ikan Sisa-sisa’
PEMBUATAN film Ikan Sisa-sisa tidak saja menyedot daya tarik masyarakat umum, mantan Wakil Walikota Tegal Dr. Maufur pun menyempatkan diri untuk tilik syuting di lokasi TPI Jongor, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Sabtu (01/8). Kedatangan mantan Wakil Walikota Tegal yang tiba-tiba itu sungguh diluar dugaan, dan membuat para seniman dan pekerja film seperti Yono Daryono, H. Tambari Gustam, Moch. Azizi, Slamet Ambari, Bramanti S Riyadi, Damayanthi, dan pedangdut Atika Tegal tergopoh-gopoh menyambut kehadiran dia.
Dalam kunjungan itu, Maufur tidak datang sorang diri melainkan bersama rombongan dari Bandung. Ia mengaku datang ke lokasi syuting itu karena ingin melihat proses pembuatan film tersebut dari dekat, sekaligus berkeinginan bersilaturahmi dengan para seniman Tegal. “Kami dari terminal langsung ke lokasi syuting, karena kebetulan lagi menjemput tamu dari Bandung. Saya ingin silaturahmi sama kawan-kawan seniman sambil melihat proses pembuatan film,” kata Maufur.
Ia menilai, proses pembuatan film dengan upaya mengangkat potensi lokal seperti yang dilakukan Humas cukup bagus. Hanya, menurutnya, hal itu perlu peningkatan pendistribusian hasilnya. “Selama ini pendistribusiannya masih terbatas di acara syukuran 17-an dan perwakilan pelajar,” katanya.
Mestinya, katanya lebih lanjut, bisa dilakukan lebih luas dan seyogyanya potensi lokal itu diupayakan diangkat sampai ke tingkat nasional. Maksudnya, Pemkot Tegal ada upaya membuat film yang bisa diangkat ke TV atau ke layar lebar. Dengan demikian, gaung potensi lokal bisa menasional.
Ia juga sepakat dan sepaham dengan apa yang diomongkan sastrawan Eko Tunas, bahwa novel Pengendara Badai karya Lanang Setiawan merupakan tema kelokalan yang layak diangkat ke dalam layar lebar atau TV. Karena disana banyak mengetengahkan kegigihan para seniman Tegal dengan mengangkat budaya Tegalan. “Kalau novel tersebut diangkat ke dunia film, orang akan tahu potensi para seniman Tegal,” katanya.
Sekadar diketahui, hari kedua pembuatan film Ikan sisa-sisa, mengambil beberapa scene adegan pemeran Bik Rohilah (Damayanthi), Dul Jalil (H. Tambari Gustam), Yanti (Yolla), Bu Imroh (Atika Tegal), dan beberapa pemain pendukung lainnya. Syuting dimulai dari pukul 08.00 s/d malam hari. Pada hari yang sama, hadir pula Walikota dan Wakil Walikota Tegal, H. Ikmal Jaya dan H. Habib Ali meninjau pembuatan film tersebut bersama para pejabat Pemkot Tegal.
Menurut sang penulisnya, Yono Daryono, film Ikan Sisa-sia mengisahkan seorang ibu bernama Bik Rohilah (45) memiliki dua anak cerdas yakni Yanti (18) dan Unggul (15). Sepeninggal Katono suaminya, akibat diterjang badai, praktis Bik Rohilah banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup dua anaknya. Mereka tinggal di perkampungan nelayan di pesisir Tegal. Dia yang berpendidikan rendah hanya bisa bekerja di tempat Pak Duljalil (55) sebagai buruh pengolah ikan yang mengurusi pembuatan ikan asin. Karena kekreatifan dan keuletannya itu, mendorong dirinya untuk kreatif dengan membuat ikan-ikan sisa yang tidak diolah di tempat kerjanya agar tidak terbuang percuma. Ia mengumpulkan ikan-ikan itu untuk dibuat makanan ringan seperti kerupuk dan lainnya. Bersama kedua anaknya, dia merangkai kerang laut atau membuat jala ikan mini untuk dijadikan hiasan. Kesemuanya dia titip jual-kan di warung Bik Kodrah.
Sebagai ibu, Bik Rohilah sering merasa sedih karena ketika anaknya Yanti terancam tidak bisa masuk kuliah karena harus membayar uang sumbangan pembangunan yang cukup besar. Keinginan yang besar agar bisa menyekolahkan Yanti sering jadi omongan para tetangga, mereka menganggap dia tidak berkaca diri. Tapi dengan tekad besar dia menambah porsi kerja. Dibantu oleh dua anaknya, ia mengumpulkan ikan sisa tak hanya dari tempatnya bekerja, tapi diambil dari tempat lain. Produksi kerupuk ia naikkan dan dipasarkan kemana-mana. Tapi akibat kerja kerasnya ia jatuh sakit. Dalam kesusahannya itu, datanglah Pak Duljalil bermaksud membantu, namun secara terang-terangan ia mengajukan syarat untuk menikahi Yanti. Bik Rohilah menolak secara sopan. Yanti yang prihatin akan keadaan itu mengatakan untuk tidak usah kuliah. Namun Bik Rohilah menolak dengan bermacam alasan. Dalam kegalauannya itu, ia pun sempat tergoda untuk kembali meminjam uang dari Ibu Imroh, rentenir yang beberapa kali menawari pinjaman dalam jumlah besar. Namun bila teringat beratnya mengembalikan utang yang berbunga-bunga, ia mengurungkan niat itu. Lalu bagaimana kelanjutan kisah Bik Rohilah yang berkeinginan menyekolahkan Yanti sampai keperguruan tinggi? Putusan terakhir dan satu-satunya jalan terbaik, adalah dengan usaha mandiri. Itulah potongan kisah Ikan Sasa-sisa (*)
Sabtu, 01 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar